Ramadan, Ketakwaan, dan Ujian Kemanusiaan

Redaksi - Minggu, 30 Maret 2025 | 14:22 WIB

Post View : 5

ILUSTRASI: Latihan selama puasa mestinya membentuk kita menjadi manusia yang memiliki empati pada penderitaan orang lain. (BANUATERKINI @2025)

Hari ini, kita berada di penghujung bulan suci Ramadan. Selama sebulan penuh, umat Islam di seluruh dunia telah menjalankan ibadah puasa, menahan lapar dan dahaga, serta mengendalikan hawa nafsu.

Oleh: MS Shiddiq *)

Ramadan bukan sekadar ritual tahunan, tetapi momentum pembentukan karakter, disiplin, dan ketakwaan. Namun, ujian sejati dari Ramadan bukanlah sekadar mampu menahan diri dari makan dan minum, melainkan sejauh mana nilai-nilai yang diajarkan tetap tertanam dalam diri setelah bulan suci ini berlalu.

Dalam refleksi Ramadan tahun ini, dunia dihadapkan pada kenyataan yang memilukan. Indonesia kembali dilanda bencana alam, dari banjir di berbagai daerah hingga tanah longsor yang merenggut korban jiwa.

Sementara itu, di belahan dunia lain, gempa besar di Myanmar menambah daftar panjang penderitaan manusia akibat musibah alam. Tak hanya bencana alam, Indonesia juga menghadapi berbagai persoalan pelik.

Aksi protes terhadap RUU TNI yang berbuntut kekerasan dan jatuhnya korban, pengungkapan kasus korupsi di Pertamina yang merusak kepercayaan publik, hingga tragedi tewasnya jurnalis perempuan di Banjarbaru yang diduga dibunuh oleh pacarnya.

Semua ini menjadi ujian bagi kita sebagai bangsa, baik dalam aspek ketahanan sosial maupun dalam menegakkan keadilan.

Ramadan mengajarkan kita tentang pentingnya berbagi dan merasakan penderitaan orang lain. Saat berbuka puasa, kita menyadari betapa berartinya seteguk air dan sebutir kurma.

Kesadaran ini seharusnya menumbuhkan kepedulian yang lebih besar terhadap mereka yang bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menikmati santapan sederhana.

Ujian ketakwaan tidak berhenti di akhir Ramadan, tetapi justru diuji dalam sikap kita terhadap mereka yang terdampak bencana, korban ketidakadilan, dan ketimpangan sosial.

Di tengah kondisi bangsa yang masih diliputi berbagai persoalan, Ramadan mengingatkan bahwa perubahan tidak bisa hanya bergantung pada pemimpin atau kebijakan, tetapi harus dimulai dari diri sendiri.

Puasa mendidik kita untuk menjadi pribadi yang lebih sabar, jujur, dan bertanggung jawab. Nilai-nilai ini seharusnya tercermin dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam praktik politik, ekonomi, dan sosial.

Ketidakadilan, kekerasan, dan korupsi adalah masalah yang hanya bisa diselesaikan dengan kesadaran kolektif bahwa ketakwaan sejati juga berarti keberanian untuk membela kebenaran dan keadilan.

Ketakwaan yang sejati adalah ketika seseorang tidak hanya taat beribadah, tetapi juga berkontribusi bagi kebaikan bersama. Ramadan telah memberi kita bekal untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Maka, saat kita menyambut Idulfitri, mari jadikan kemenangan ini bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan awal dari perjalanan baru untuk membangun bangsa yang lebih adil, peduli, dan bermartabat. Selamat Idulfitri. Taqabbalallahu minna wa minkum.

*) Pemimpin Redaksi

Baca Juga :  Megawati Diminta Mundur, Effendi: PDIP Butuh Pembaruan Total

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev