Dewan Pers menyoroti serius penetapan Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar, sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam perkara dugaan permufakatan jahat untuk merintangi penyidikan korupsi sektor CPO, timah, dan impor gula.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Meski kasus ini dinyatakan tidak berkaitan dengan produk jurnalistik, Dewan Pers tetap mengambil langkah aktif sebagai bentuk tanggung jawab atas profesi dan marwah pers.
Pada Kamis (24/04/2025), Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, secara resmi menyerahkan berkas perkara Tian Bahtiar kepada Dewan Pers.
Penyerahan ini merupakan kelanjutan dari kunjungan Dewan Pers ke Kejaksaan Agung dua hari sebelumnya, di mana pertemuan dengan Jaksa Agung dilakukan guna membahas secara langsung dinamika kasus tersebut.
Ketua Dewan Pers kemudian meminta agar Kejaksaan Agung mengalihkan status penahanan terhadap Tian Bahtiar demi kelancaran pemeriksaan internal Dewan Pers.
Lembaga ini berkomitmen untuk meneliti dan menganalisis berkas perkara tersebut secara seksama sesuai prosedur operasional standar (SOP) yang berlaku, meskipun diakui akan memerlukan waktu yang tidak singkat.
“Kami akan menyampaikan hasilnya ke publik secepat mungkin, setelah kajian mendalam kami rampung,” tegas pihak Dewan Pers dalam pernyataan resminya.
Dewan Pers dan Kejaksaan Agung sepakat untuk saling menghormati kewenangan masing-masing.
Mereka juga menyuarakan komitmen bersama untuk penguatan supremasi hukum sekaligus perlindungan terhadap ekosistem pers nasional.
Sebagai langkah preventif dan perkuat kolaborasi, Dewan Pers juga mengumumkan rencana menghidupkan kembali nota kesepahaman (MoU) dengan Kejaksaan Agung.
MoU serupa sebelumnya telah terjalin antara Dewan Pers dengan Polri dan Mahkamah Agung, sebagai mekanisme dalam menangani sengketa terkait pemberitaan tanpa merusak prinsip kemerdekaan pers.
Penting untuk dicatat, dalam pernyataannya, Kapuspenkum Kejagung menegaskan bahwa perkara yang menjerat Tian Bahtiar tidak terkait dengan karya jurnalistik, namun murni dugaan keterlibatan pribadi dalam upaya menghambat proses hukum.
Kasus ini menjadi ujian penting bagi sinergi penegakan hukum dan perlindungan kebebasan pers di Indonesia.
Sementara proses hukum berjalan, publik menanti transparansi dan keadilan yang tak memihak.