Kebijakan tarif timbal balik atau reciprocal tariff yang diumumkan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu kekhawatiran global. Indonesia termasuk dalam daftar 185 negara yang dikenai tarif baru, dengan angka yang cukup mencolok yaitu 32 persen.
Banuaterkini.com, JAKARTA – Kebijakan ini bukan hanya mengguncang jalur ekspor-impor dunia, tetapi juga menyulut sinyal bahaya bagi industri otomotif nasional, khususnya segmen kendaraan listrik (EV), seperti sepeda motor listrik.
Meski Indonesia bukan eksportir utama motor listrik ke AS, dampaknya diyakini tetap akan terasa secara tidak langsung.
Ketergantungan terhadap rantai pasok global serta pergeseran pasar negara lain membuat industri nasional harus bersiap menghadapi tekanan tambahan.
“Secara makro, ini akan berisiko terhadap inflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Negara-negara seperti China yang terdampak langsung pasti akan mencari pasar alternatif—dan Indonesia bisa jadi sasaran,” kata Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI), Budi Setiyadi, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (05/04/2025).
Kenaikan tarif yang diumumkan Trump dalam acara "Make America Wealthy Again" di Gedung Putih diyakini akan mengubah peta perdagangan internasional.
Indonesia harus bersiap atas kemungkinan masuknya limpahan produk impor dari negara-negara yang kehilangan pasar AS.
“Pemerintah harus hadir untuk menciptakan pasar dalam negeri yang kuat dan melindungi produsen lokal dari gempuran barang impor,” ujar Budi.
Ia menyarankan agar kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) diperkuat agar industri lokal tetap kompetitif.
Indonesia berada di urutan ke-8 negara yang terdampak tarif AS. Selain Indonesia, negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia (24 persen), Kamboja (49 persen), Vietnam (46 persen), dan Thailand (36 persen) juga masuk dalam daftar korban kebijakan tarif Trump.
Trump menyebut tarif ini diperlukan demi melindungi pekerjaan warga Amerika dan menyeimbangkan perdagangan global.
Namun, di balik retorika tersebut, banyak negara harus siap menghadapi konsekuensi ekonominya.
Tarif yang dijatuhkan AS akan memaksa banyak negara untuk mengalihkan fokus ekspor mereka.
Dalam konteks ini, Indonesia bisa menjadi pasar “pelarian”, terutama bagi produk otomotif murah yang dapat menghancurkan harga pasar lokal.
AISMOLI meminta pemerintah bergerak cepat, baik dari sisi regulasi maupun insentif, untuk mendukung pelaku usaha kendaraan listrik agar tetap bertahan dan berkembang di tengah tekanan global.
“Tanpa perlindungan dan kebijakan tepat, kita hanya akan jadi korban dalam perang dagang yang tidak kita mulai,” pungkas Budi.