Dalam dunia yang penuh distraksi digital, haul Guru Sekumpul memberikan ruang untuk merenung, belajar, dan memperkuat jati diri sebagai umat Islam. Guru Sekumpul mengajarkan bahwa kesederhanaan dan kasih sayang adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang bermakna.
Oleh: MS Shiddiq *)
Haul Guru Sekumpul, yang setiap tahunnya diadakan di Martapura, Kalimantan Selatan, telah menjadi salah satu fenomena sosial-keagamaan terbesar di Indonesia. Acara ini menghadirkan jutaan jamaah dari berbagai penjuru tanah air, bahkan hingga mancanegara, untuk mengenang sosok Muhammad Zaini Abdul Ghani atau yang lebih dikenal sebagai Guru Sekumpul.
Sosok ulama kharismatik ini bukan hanya dikenang karena ilmunya, tetapi juga karena keteladanan dan pengaruh sosial yang sangat kuat. Haul Guru Sekumpul menawarkan banyak refleksi, khususnya terkait spiritualitas dan solidaritas sosial yang kini semakin relevan dalam kehidupan umat.
Guru Sekumpul adalah teladan sempurna dari seorang ulama yang mampu menghidupkan kembali makna spiritualitas di tengah masyarakat modern. Dalam dunia yang semakin materialistik, nilai-nilai spiritual sering kali terabaikan.
Kehidupan Guru Sekumpul mengajarkan pentingnya mendekatkan diri kepada Allah, tidak hanya melalui ibadah ritual tetapi juga melalui perilaku sehari-hari yang mencerminkan akhlak mulia.
Fenomena haul ini menunjukkan bahwa di tengah gempuran digitalisasi, umat Islam tetap mencari momen untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Jamaah yang hadir tidak hanya mengikuti rangkaian acara secara fisik, tetapi juga menjadikan haul sebagai momen untuk merenungi kehidupan mereka. Ini adalah bentuk nyata dari kebutuhan manusia akan spiritualitas yang otentik di tengah hiruk-pikuk dunia modern.
Haul Guru Sekumpul bukan hanya soal refleksi spiritual, tetapi juga menjadi wadah solidaritas sosial yang luar biasa. Acara ini menghadirkan jamaah dari berbagai latar belakang sosial, budaya, dan geografis yang bersatu dalam semangat ukhuwah Islamiyah.