RANS303 INDOSEVEN RANS303

Home » Opini

Politik Uang di Pilkada 2024, Ancaman Nyata bagi Demokrasi Indonesia

Redaksi - Selasa, 3 Desember 2024 | 17:03 WIB

Post View : 83

ILUSTRASI: Politik uang merusak demokrasi. (BANUATERKINI/KOMPAS.com/LAKSONO HARI W)

Pilkada Serentak 2024 menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Melibatkan jutaan pemilih dari berbagai daerah, pilkada ini seharusnya mencerminkan kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpin daerah. Namun, bayang-bayang praktik politik uang dan pembagian sembako kembali mengancam integritas proses demokrasi. Fenomena ini tidak hanya mengganggu tatanan pemilu yang bersih, tetapi juga menciptakan preseden buruk bagi kualitas kepemimpinan di masa depan.

Oleh: Akhmad Gafuri, SH., M.Hum *)

Politik uang, yang didefinisikan sebagai praktik pemberian uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pilihan pemilih, telah menjadi salah satu tantangan terbesar dalam kontestasi politik di Indonesia.

Fenomena ini sering kali membuat pemilih kehilangan otonomi dalam menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan rasional, seperti visi, misi, dan program kerja kandidat.

Sebaliknya, pemilih cenderung memilih karena iming-iming materi sesaat. Dalam konteks ini, politik uang menjadi ancaman nyata yang harus segera diatasi.

Karakteristik Pemilih dan Dampaknya terhadap Demokrasi

Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, karakteristik pemilih memainkan peran penting dalam menjelaskan mengapa politik uang terus menjadi strategi yang efektif bagi kandidat. Pemilih dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: pemilih rasional, pemilih apatis, dan pemilih transaksional.

Pemilih rasional adalah mereka yang menentukan pilihannya berdasarkan visi, misi, dan program kerja kandidat. Kelompok ini mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan politik yang mereka ambil.

Sayangnya, jumlah mereka sering kali tidak dominan dalam pemilu. Sebaliknya, pemilih transaksional—yang hanya memilih jika ada imbalan materi seperti uang atau sembako—menjadi sasaran utama praktik politik uang. Dalam kelompok ini, nilai-nilai demokrasi kerap diabaikan, dan pemilihan pemimpin dilakukan tanpa mempertimbangkan kompetensi atau visi kandidat.

Seperti yang dijelaskan oleh Agustino (2009), “politik uang adalah tindakan jual-beli suara pada proses politik dan kekuasaan.” Hal ini menunjukkan bahwa pemilih transaksional tidak hanya menjadi objek praktik ini, tetapi juga menjadi bagian dari sistem yang melanggengkan tradisi buruk dalam demokrasi Indonesia.

Penyebab Utama Politik Uang

Praktik politik uang tidak terlepas dari faktor-faktor struktural dan kultural yang telah lama mengakar di masyarakat Indonesia. Tradisi ini dapat ditelusuri kembali ke masa kolonial, ketika pejabat pribumi sering kali disuap untuk mempermudah kepentingan penjajah.

Dalam konteks modern, politik uang terus berkembang, didorong oleh kombinasi faktor seperti kemiskinan, rendahnya literasi politik, dan lemahnya penegakan hukum.

Kemiskinan menjadi salah satu faktor utama yang membuat masyarakat mudah tergoda dengan imbalan materi sesaat. Dalam kondisi ini, politik uang sering kali dipandang sebagai "berkah" sementara, meskipun dampaknya terhadap kualitas demokrasi sangat merugikan.

Rendahnya literasi politik juga berperan penting dalam melanggengkan praktik ini. Banyak masyarakat yang belum memahami dampak jangka panjang dari memilih kandidat berdasarkan imbalan materi, sehingga mereka cenderung mengabaikan visi atau program kerja kandidat.

Penegakan hukum yang lemah semakin memperparah situasi. Hukuman terhadap pelaku politik uang sering kali tidak memberikan efek jera, sehingga praktik ini dianggap sebagai bagian wajar dari "biaya politik."

Hal ini mencerminkan pernyataan Lord Acton bahwa “kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut korup secara absolut,” di mana politik uang menjadi alat untuk mengamankan kekuasaan tanpa mempertimbangkan etika atau integritas.

Dampak Politik Uang terhadap Demokrasi

Dampak politik uang terhadap demokrasi sangat destruktif. Praktik ini merusak integritas pemilu dengan menghilangkan potensi pemilih yang kritis dan rasional.

Selain itu, politik uang menciptakan pemimpin yang tidak kompeten, yang lebih fokus pada kepentingan pribadi atau kelompok pendukungnya daripada kepentingan publik. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi dan menciptakan siklus buruk yang sulit diakhiri.

Politik uang juga merendahkan martabat pemilih dengan menjadikan mereka objek manipulasi politik. Kondisi ini membuat masyarakat kehilangan kontrol terhadap keputusan politik mereka sendiri, sehingga demokrasi kehilangan esensinya sebagai sistem yang mewakili kedaulatan rakyat.

Solusi untuk Mengatasi Politik Uang

Mengatasi politik uang memerlukan pendekatan yang komprehensif, melibatkan pemerintah, masyarakat, dan lembaga penyelenggara pemilu. Edukasi politik menjadi langkah pertama yang penting.

Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil harus aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya memilih berdasarkan kualitas kandidat, bukan imbalan materi.

Selain itu, pengawasan pemilu perlu ditingkatkan dengan memanfaatkan teknologi. Sistem pelaporan digital dapat digunakan untuk mendeteksi dan melaporkan praktik politik uang secara real-time, sehingga tindakan dapat segera diambil.

Penegakan hukum juga harus diperkuat, dengan memberikan sanksi yang tegas dan tidak dapat dinegosiasikan kepada pelaku politik uang.

Partisipasi aktif masyarakat juga menjadi kunci penting. Masyarakat harus diberdayakan untuk menolak suap dalam bentuk apa pun dan melaporkan praktik politik uang kepada pihak berwenang. Kesadaran kolektif ini dapat menjadi langkah awal dalam menciptakan sistem demokrasi yang lebih bersih dan berintegritas.

Penutup

Politik uang adalah ancaman nyata yang mencederai demokrasi Indonesia. Praktik ini tidak hanya merusak integritas pemilu, tetapi juga menghilangkan potensi lahirnya pemimpin berkualitas. Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, fenomena ini harus menjadi perhatian serius semua pihak.

Masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada keberanian masyarakat untuk menolak politik uang dan komitmen pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum.

Dengan langkah-langkah strategis yang melibatkan semua elemen masyarakat, kita masih memiliki harapan untuk menciptakan demokrasi yang bersih, inklusif, dan berintegritas.

*)Ahmad Gafuri adalah Dosen Pancasila STIT Darul Ulum Kotabaru, Mantan Anggota KPU Kabupaten Kotabaru dan Anggota Bawaslu Kabupaten Kotabaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev