Tahun Baru Islam, atau 1 Muharram 1446 Hijriyah, adalah momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Ini bukan sekadar pergantian tahun, tetapi juga waktu untuk refleksi, evaluasi diri, dan memperbaharui komitmen dalam menjalankan ajaran Islam.
Oleh: MS Shiddiq
Tahun Baru Islam menawarkan kesempatan untuk merenungkan perjalanan spiritual dan moral, serta memperbaiki diri menuju kehidupan yang lebih baik dan berbakti.
Perayaan Tahun Baru Islam membawa banyak hikmah yang bisa diambil oleh umat Islam.
Salah satunya adalah introspeksi diri, di mana setiap individu dapat menapaktilasi perjalanan hidupnya selama setahun terakhir. Hal ini mencakup perbaikan dalam ibadah, interaksi sosial, dan kontribusi terhadap masyarakat.
Momen ini juga menjadi pengingat akan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah, yang melambangkan perubahan dan pembaruan.
Momentum Tahun Baru Islam hari ini setidaknya juga merefleksikan tiga hal penting yang dapat dilakukan sebagai implementasi "hijrah" ini, yaitu:
Pertama, Refleksi Diri dan Perbaikan. Tahun Baru Islam adalah waktu untuk introspeksi dan memperbaiki diri. Bagi saya dan umat Islam hari ini sejatinya bisa menjadi momen evaluasi; bagaimana kualitas ibadah, hubungan sosial, dan kontribusi saya kepada masyarakat.
Kedua, Pembaruan Komitmen. Awal Tahun Baru ini adalah kesempatan untuk memperbaharui komitmen dalam menjalankan ajaran Islam dengan lebih baik. Melalui hijrah, umat Islam diajak untuk berubah menuju kehidupan yang lebih baik; lebih bermanfaat, jauh dari sifat arogan, apalagi memperkaya diri sendiri dan kelompok.
Ketiga, Persatuan dan Solidaritas: Tahun Baru Islam juga menjadi momen bagi kita untuk mempererat tali persaudaraan dan solidaritas di antara umat Islam. Dengan mengenang hijrah Nabi Muhammad SAW, kita diingatkan pentingnya persatuan dalam menghadapi tantangan dan ujian hidup.
Tahun Baru Islam kali ini bersamaan dengan tahun kontestasi politik di Indonesia, di mana kita tengah diperhadapkan dengan persiapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak.
Dalam konteks ini, maka umat Islam, siapapun dia, apapun afiliasi politiknya, diharapkan bisa mewakafkan waktunya untuk memilih calon pemimpin yang dapat menjadi teladan dan berjuang untuk kepentingan umat, sambil tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Dr. Ahmad Sahal, seorang pakar politik Islam, menekankan bahwa pemimpin yang ideal dalam Islam adalah mereka yang memiliki integritas, keadilan, dan kemampuan untuk membawa perubahan positif bagi masyarakat.
Dalam perspektif itu, maka seharusnya pemimpin mampu menjaga persatuan dan mendorong kerja sama di antara berbagai kelompok masyarakat. Tanpa mengabaikan sekecil apapun potensi umat.
Islam sendiri secara tegas menekankan betapa pentingnya kita memilih pemimpin berdasarkan kriteria tertentu.
Pertama, Keadilan. Pemimpin haruslah adil dalam segala tindakan dan keputusan. Al Qur'an menegaskan pentingnya keadilan seperti tercermin dalam Surah An Nisa ayat 58.
Menurut ayat ini keadilan seorang pemimpin memiliki makna, bahwa ia akan memberikan perlakuan dan ruang yang yang sama kepada semua golongan, tanpa diskriminasi, dan membuat keputusan yang berdasarkan pada prinsip keadilan, transparansi, dan objektivitas.
Pemimpin yang adil juga harus memberikan kesetaraan peluang, yaitu yang memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, mendapatkan pelatihan, dan pendidikan yang layak. Tidak ada diskriminasi berdasarkan gender, ras, agama, atau latar belakang lainnya.
Pemimpin juga harus mampu mengambil keputusan yang adil, yaitu keputusan yang dibuat berdasarkan data yang objektif dan proses yang transparan. Melibatkan berbagai pihak dalam proses pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa semua perspektif dipertimbangkan. Termasuk menyusun dan menegakkan kebijakan dan hukum secara konsisten.
Pemimpin yang adil juga berarti harus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Pemimpin harus terbuka mengenai proses dan dasar keputusan yang diambil. Akuntabilitas berarti pemimpin bertanggung jawab atas setiap tindakan dan keputusan yang diambil serta siap menerima kritik dan saran.
Yang tidak kalah penting adalah bahwa pemimpin itu harus terus memberikan dukungan terhadap kelompok rentan. Pemimpin harus memberikan perhatian khusus kepada kelompok yang rentan atau kurang beruntung seperti disabilitas dan masyarakat adat. Ini bisa berupa program dukungan, bimbingan, atau inisiatif khusus untuk membantu mereka berkembang.
Kedua, Amanah. Pemimpin itu harus dapat dipercaya dan menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh amanah. seperti diperintahkan dalam Surah Al Ahzab ayat 72.
Amanah dalam perspektif Islam berarti kepercayaan atau tanggung jawab yang diberikan kepada seseorang untuk dilaksanakan dengan jujur dan tepat. Dalam konteks kepemimpinan modern, amanah merujuk pada integritas, kejujuran, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan membuat keputusan yang mempengaruhi banyak orang.
Ketiga, Kepemimpinan Berbasis Nilai-nilai Islam. Pemimpin dengan kriteria ini mengharuskan dia mampu menjalankan tugasnya berdasarkan nilai-nilai Islam yang meliputi kejujuran, keadilan, dan kasih sayang.
Dalam konteks politik modern, pemimpin yang ideal adalah mereka yang mampu mempersatukan bangsa, menjaga keharmonisan, dan bekerja untuk kesejahteraan semua warga negara. Pemimpin yang melandaskan kepemimpinannya pada nilai-nilai Islam dipastikan dapat membantu dalam menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Tahun Baru Islam 1446 Hijriyah adalah momen yang tepat untuk refleksi dan pembaruan diri. Di tahun politik ini, umat Islam diharapkan dapat memilih pemimpin yang berintegritas, adil, dan mampu menjaga persatuan. Dengan demikian, nilai-nilai Islam dapat terus dirawat dan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Semoga tahun baru ini membawa berkah dan kemajuan bagi seluruh umat Islam dan bangsa Indonesia. Wallahu 'A'lam Bisshawab.