Home » Opini

Urgensi Penguatan Peran Advokat di Negara Hukum

Redaksi - Sabtu, 12 Juli 2025 | 16:49 WIB

Post View : 19

ILUSTRASI: Seorang advokat tengah menjelaskan dokumen hukum kepada klien sebagai bagian dari pelayanan hukum yang profesional dan berintegritas. (Kompas.com)

Di tengah derasnya dinamika hukum nasional, posisi advokat sebagai salah satu pilar utama penegakan hukum kerap terlupakan. Padahal, dalam sistem negara hukum seperti Indonesia, advokat bukan hanya pendamping hukum bagi klien, tetapi juga penjaga nilai keadilan dan kebebasan sipil. Lewat opini berikut, Akhmad Gafuri, mengulas urgensi penguatan peran advokat di tengah tantangan fragmentasi organisasi dan perubahan regulasi.

Oleh: Ahmad Gafuri, SH., MH *)

Advokat Adalah Pilar yang Tak Boleh Diabaikan

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan, “Negara Indonesia adalah negara hukum.”

Pernyataan konstitusional ini bukan sekadar norma, tetapi pijakan prinsipil bahwa hukum adalah panglima tertinggi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks itu, eksistensi advokat tak bisa dianggap entitas pinggiran. Mereka merupakan satu dari empat pilar utama sistem peradilan, sejajar dengan hakim, jaksa, dan kepolisian.

Advokat bukan hanya pembela perkara, tetapi penjaga konstitusi dari sisi pembelaan hak warga negara, terutama dalam sistem yang kompleks dan seringkali timpang dari segi akses terhadap keadilan.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, seorang advokat adalah profesi bebas dan mandiri yang memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Pendidikan hukum formal, minimal Sarjana Hukum, merupakan syarat utama, namun lebih dari itu, seorang advokat wajib memperjuangkan hak-hak asasi manusia dan berdiri tegak di atas prinsip kebenaran dan keadilan.

Dalam praktiknya, masyarakat sering kali berada pada posisi lemah secara hukum. Di sinilah kehadiran advokat menjadi krusial. Profesi ini menuntut dedikasi yang tidak semata-mata berorientasi materi, melainkan mengedepankan fungsi sosial dan moral dalam menegakkan hukum secara substantif. 

Kisruh Organisasi Advokat

UU Advokat tidak hanya mengatur profesi secara individual, tetapi juga kelembagaan organisasi sebagai bar association tempat para advokat bernaung dan dibina.

Dalam tataran global, ada tiga model organisasi advokat: single bar (tunggal), multi bar (jamak), dan federation of bar associations. Indonesia awalnya mengarah pada sistem single bar, saat pada 21 Desember 2004 dibentuk PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) sebagai hasil penggabungan delapan organisasi advokat yang telah eksis sebelumnya.

Namun kenyataannya, cita-cita tersebut tidak bertahan lama. Konflik internal, perbedaan pandangan, hingga perebutan legitimasi menyebabkan PERADI terpecah.

Muncullah Kongres Advokat Indonesia (KAI), disusul dengan berbagai versi PERADI dan bahkan entitas baru seperti P3HI.

Fragmentasi ini menciptakan kebingungan tidak hanya di internal profesi, tetapi juga di lembaga peradilan dan masyarakat pencari keadilan.

Siapa yang berwenang menyumpah advokat? Siapa yang sah menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA)? Siapa yang diakui negara?

Untuk menjawab itu, sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi hadir sebagai penegas. Putusan MK No. 112/PUU-XII/2014 dan No. 36/PUU-XII/2015 menegaskan bahwa pengambilan sumpah advokat oleh Pengadilan Tinggi tidak harus dikaitkan dengan keanggotaan organisasi tertentu seperti PERADI atau KAI.

Sementara itu, Putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa PKPA bisa dilaksanakan oleh organisasi advokat mana pun, asalkan bekerja sama dengan fakultas hukum atau sekolah tinggi hukum terakreditasi minimal B.

Putusan-putusan ini mengoreksi interpretasi sempit atas Pasal 4 dan Pasal 2 UU Advokat, serta membuka ruang demokratisasi kelembagaan dalam profesi advokat.

Mahkamah Agung pun menyesuaikan, lewat SK Ketua MA No. 73/KMA/HK.01/2015 yang secara eksplisit mengakui sistem multi bar—mengembalikan keabsahan delapan organisasi awal sebagaimana diatur Pasal 32 dan 33 UU Advokat. 

Advokat sebagai Penjaga Demokrasi dan Hak Sipil

Peran advokat tidak berhenti di ruang sidang. Mereka adalah jembatan antara hukum sebagai teks dan hukum sebagai keadilan nyata bagi warga negara. Oleh karena itu, perlindungan terhadap profesi ini menjadi hal yang vital.

Putusan MK No. 26/PUU-XI/2013 memperkuat hal tersebut dengan menyatakan bahwa advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana atas tindakan profesionalnya selama dilakukan dengan itikad baik dalam rangka pembelaan terhadap klien.

Ini menjadi benteng penting bagi independensi advokat dari intervensi, kriminalisasi, maupun tekanan dari kekuasaan.

Sebagai bagian dari penegak hukum, advokat pun terikat Kode Etik Profesi. Mereka idealnya mengemban lima aspek perjuangan moral: kemanusiaan, tanggung jawab sosial, kebebasan dalam profesi, kontribusi terhadap pembangunan negara hukum, dan penguatan demokrasi.

Dalam konteks itu, negara memiliki kewajiban untuk memberi jaminan perlindungan hukum kepada para advokat sebagaimana halnya kepada hakim, jaksa, dan polisi. Sebab, keadilan tidak bisa tegak hanya dari satu sisi. 

Saatnya Advokat Diperkuat, Bukan Diperlemah

Advokat adalah penyeimbang kekuasaan hukum. Dalam kondisi masyarakat yang masih minim literasi hukum dan rentan dikriminalisasi, kehadiran advokat adalah simbol harapan bagi keadilan yang setara.

Fragmentasi organisasi tidak seharusnya melemahkan fungsi mereka. Justru negara harus hadir untuk memastikan bahwa profesi ini berjalan secara profesional, berintegritas, dan tetap dalam koridor hukum nasional.

Seperti diungkapkan oleh Mahfud MD, “Negara hukum tidak akan bermakna tanpa keberanian para penegak hukumnya untuk membela yang benar dan melawan yang salah, termasuk oleh para advokat.”

Kita membutuhkan advokat yang kuat, organisasi yang tertib, dan sistem hukum yang adil. Itu bukan hanya soal profesi, tapi soal masa depan keadilan di republik ini. 

*) Alumni FH ULM Banjarmasin dan Magister Ilmu Hukum UNMER Malang

Halaman:
Baca Juga :  Edukasi Lalulintas Terus, Sanksi Juga Harus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev