Abdi dan Abdu, Potret Bocah Disabilitas Kembar Tangguh yang Punya Cita-cita Mulia

Banuaterkini.com - Sabtu, 9 Desember 2023 | 21:39 WIB

Post View : 173

Abdi dan Abdu, dua pelajar SDN Purwosari 1.2 Tamban, Barito Kuala, yang memiliki keterbatasan fisik tetapi punya semangat yang tinggi untuk belajar. Foto: BA NUATERKINI/Lita/Rafii Hamdie.

Laporan: Lolita Siskia Anwari

Matahari tampak redup, awan berarak pada Kamis (04/12/2023) siang. Walau waktu sudah menunjukkan hampir pukul 11.15 WITA, tapi awan hitam terlihat di langit Desa Purwosari Baru, Kecamatan Tamban, Kabupaten Barito Kuala. 

Tamban, Banuaterkini.com - Saya baru saja mengikuti rangkaian kegiatan sosialisasi tentang bahayanya bullying alias perundungan, yang dalam bahasa Banjar disebut dengan "sambatan", bersama rekan-rekan saya mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Uniska di SDN Purwosari 1.2.

Banyak sekali kesan yang saya rasakan saat mengikuti kegiatan yang diinisiasi untuk melaksanakan tugas mata kuliah Komunikasi Pembangunan yang dibimbing dosen kami, Bapak MS Shiddiq, Ph.D 

Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Uniska, MS Shiddiq Ph.D saat bersama pelajar SDN Purwosari 1.2 Tamban, Batola. Foto: BANUATERKINI/Rafii Hamdie.

Saya bersama 16 orang mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi benar-benar merasakan bagaimana dinamika yang terjadi dalam proses belajar-mengajar di sekolah yang letaknya lumayan jauh dari Kota Banjarmasin itu.

Untuk sampai di SDN Purwosari 1.2 yang masih minim fasilitas itu, saya bersama mahasiswa lainnya harus menyeberangi Sungai Barito menggunakan kapal feri dari Dermaga Banjar Raya, Kota Banjarmasin menuju Dermaga Sungai Lauk, Tamban, Barito Kuala.

Lebih kurang 25 menit lama waktu yang kami lewati untuk sampai di daratan yang masih masuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan itu. Dari dermaga Sungai Lauk, kami pun bergegas menyusuri jalan berbatu menuju Desa Purwosari, lokasi SDN 1.2 yang hendak kami kunjungi.

Tiba di sekolah yang muridnya kurang dari 100 siswa dari Kelas 1 hingga Kelas VI ini, saya dan rekan lainnya segera mempersiapkan agenda kegiatan mengisi acara sosialisasi mengenai bahaya dan cara menghindari perilaku bullying di kalangan pelajar.

Keseruan Kepala Sekolah SDN Purwosari 1.2 Tamban, Sujari S.Pd, saat bermain bersama mahasiswa dan para siswa. Foto: BANUATERKINI/Rafii Hamdie.

Hampir dua jam kegiatan kami bersama anak-anak SDN Purwosari 1.2. Berbagai kegiatan mulai dari pengayaan wawasan tentang perilaku bullying yang biasa terjadi di kalangan anak, aneka permainan, bahkan berbagi kebahagiaan dengan membagikan doorprize.

Alhamdulillah, semua kegiatan berjalan dengan lancar dan penuh kegembiraan. Anak-anak dari Kelas 1 hingga Kelas VI juga tampak senang menyambut kedatangan kami dan mengikuti kegiatan dengan riang gembira.

Suasana kelas yang sudah mulai "panas" karena ramainya acara yang digelar, bertambah meriah saat Kepala Sekolah SDN Purwosari 1.2, Sujari, S.Pd, juga ikut bermain bersama.

Tapi, ada yang cukup menarik perhatian saya, saat duo kembar Abdi dan Abdu, pelajar Kelas VI meski memiliki keterbatasan fisik, karena kaki keduanya tak berfungsi normal. Tetapi, keduanya tampak antusias mengikuti kegiatan yang kami laksanakan.

Bahkan, dengan tanpa ragu saat salah seorang dari kami memintanya maju ke depan meneriakkan yel yel yang dicontohkan, dengan lantang Abdi dan Abdu menirukannya.

Abdi dan Abdu adalah gambaran dua orang bocah 13 tahun yang terlahir dengan ketidaksempurnaan fisik, tetapi memiliki semangat untuk terus belajar dengan giat.

Abdi saat digendong Zulvan, salah seorang mahasiswa Prodi Ilkom FISIP Uniska. Foto: BANUATERKINI/Rafii Hamdie.

Bahkan, menurut penuturan salah seorang guru yang juga Wali Kelas VI di mana Abdi dan Abdu belajar, Bu Guru Ernawari S.Pd, Abdi dan Abdu merupakan anak yang berprestasi gemilang.

"Terutama Abdi, yang prestasinya cukup bagus, sebab dia meraih ranking 3 di kelasnya," ujar Ernawari.

Sebuah pencapaian yang teramat bagus, di tengah keterbatasan fisiknya bahkan di tengah himpitan ekonomi keluarganya yang pas-pasan.

Orang tuanya, Zainal Abidin (52 tahun), dan Suremi (51 tahun) merupakan pekerja serabutan yang berpenghasilan kurang dari Rp500 ribu per bulan. Meski begitu, tak menyurutkan niat Abdi dan Abdu untuk menuntut ilmu. 

Di sekolah sendiri, meski harus beraktivitas dengan ngesot alias berjalan dengan tumpuan kedua tangannya saja, Abdi dan Abdu tetap semangat belajar.

Menurut Ernawari, saat beraktivitas di lingkungan sekolah keduanya sering mendapatkan bantuan dari teman-teman sebayanya. Tetapi, tak jarang juga mereka mendapatkan cemoohan dengan ujaran yang tak pantas.

Para pelajar antusias mengikuti permainan yang dilaksanakan para mahasiswa FISIP Uniska. Foto: BANUATERKINI/Rafii Hamdie.

Meski begitu, kata Ernawari, keduanya juga tampaknya tak terlalu ambil pusing dengan cemoohan dengan nada hinaan yang dialamatkan kepada mereka oleh sebagian kecil teman sekolahnya.

Kepada Dosen Pembimbing kami, MS Shiddiq yang hari itu mengajaknya bercerita, bahkan dengan lancar Abdi dan Abdu mengisahkan keinginan mereka untuk terus bisa menuntu ilmu hingga ke jenjang bangku kuliah.

"Saya ingin menjadi dokter, biar bisa membantu orang-orang susah seperti saya. Dan semuanya gratis," ungkap Abdu saat itu.

Hal itu dibenarkan Abdi yang duduk tak jauh dari saudara kembarnya itu. Keinginan untuk membantu itu terlihat tulus dari wajah mereka yang lugu.

Tak terlihat roman muka sedih atau merasa minder dari kedunya. Sebaliknya, keduanya dengan gamblang mengutarakan inginan dan cita-citanya yang mulia itu.

Sementara Abdi, yang ditanya cita-citanya, menjawab bahwa ia hanya ingin menjadi seorang ahli teknologi digital. 

Menurut Abdi, panggilan untuk menjadi ahli di bidang teknologi digital itu bersamaan dengan kemampuannya mengikuti dan menguasai pengetahuan di bidang itu melalui tayangan di Kanal Youtube dari Hape yang ia miliki.

"Meski Hape saya kentang alias jadul, saya bisa belajar banyak dari hape," aku Abdi.

Abdi pun menceritakan kemampuan dan keahliannya mengutak atik Hape yang rusak itu saat belajar dari Youtube yang ia tonton sepulang sekolah.

Puluhan masiswa Ilmu Komunikasi FISIP Uniska MAB melakukan sosialisasi Bullying di SDN Purwosari 1.2, Tamban Barito Kuala, Kamis (07/12/2023). Foto: BANUATERKINI/Istimewa/Misbad.

Dikatakan Abdi, dirinya mulai tertarik memanfaatkan dan menguasai teknologi sejak ia dibelikan hape oleh orang tuanya sekitar tahun 2016 silam.

Dari smartphone pertama itu, tutur Abdi, ia banyak belajar cara memperbaiki Hape yang rusak atau tidak berfungsi.

Abdi bahkan dengan lancar menceritakan bagaimana kemampuannya memperbaiki Hape yang terkunci lantaran lupa sandi atau lupa kunci dalam bentuk pola.

Dari kisah singkat duo kembar Abdi dan Abdu, kita bisa melihat betapa sesungguhnya keterbatasan fisik tidak bisa menghalangi orang untuk mencapai cita-citanya yang luhur dan mulia.

Walaupun terbatas secara ekonomi dan fisik, Abdi dan Abdu tidak pernah mengeluarkan ungkapan putus asa dan minder. Dengan lantang bahkan ia mengucapkan cita-cita berikut argumentasi mengapa memilih itu sebagai capaian cita-citanya. 

Ternyata, bully-an atau perundungan bahkan mungkin hinaan dari orang-orang yang sempurna dan normal secara fisik yang hampir setiap hari Abdi dan Abdu alami, tak mematahkan semangatnya untuk terus maju. 

Bahkan, kedunya memiliki cita-cita dan tujuan hidup yang mulia, yaitu membahagian kedua orang tuanya dengan cara menolong orang lain sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.

Satu hal yang mesti dicatat dari kisah Abdi dan Abdu adalah semangat belajar yang sangat tinggi. Mereka berdua adalah potret pribadi kuat dan hebat. Ditambah dukungan orang tua, para guru di sekolah dan masyarakat di sekitar lingkungan pergaulannya. Bukan mustahil Abdi dan Abdu bisa menjadi kebanggan bangsa.  Setidaknya bisa membanggakan orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Semoga!

Editor: Ghazali Rahman

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev