Kisah Warga ke Komnas HAM: Batuah ini bukan Sekedar Kampung, Tapi Hidup Mati Kami

Banuaterkini.com - Selasa, 5 Juli 2022 | 07:51 WIB

Post View : 9

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/Komisioner Mediasi, Hairansyah, saat memimpin dialog dengan warga Kampung Batuah, Senin (04/07/2022).

Reporter: Misbad  l  Editor: DR MDQ Elbanjary

Kedatangan Komnas HAM melakukan penggalian data dan informasi ke kawasan Kampung Batuah, yang sedianya digusur Pemko Banjarmasin pertengahan Mei lalu, mengisyaratkan secercah harapan bagi Warga Kampung Batuah, bahwa proyek revitalisasi itu akan dibatalkan.

Banjarmasin, Banuaterkini.com - Harapan itu tampak jelas di raut wajah warga Kampung Batuah yang menyambut kedatangan rombongan Komnas HAM dengan antusias, Senin (04/07/22). 


Ratusan warga Kampung Batuah yang didominasi anak-anak dan kaum perempuan itu, tak henti-hentinya mengucapkan syukur atas kedatangan tim dari Komnas HAM.

Forum dialog yang dipimpin Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/Komisioner Mediasi, Hairansyah, mengurai banyak cerita dan fakta, bahwa Kampung Batuah bukan sekedarlah Pasar seperti yang digambarkan Pemko Banjarmasin.

Kampung Batuah adalah hunian warga yang berasal dari berbagai daerah di Kalimantan dan sekitarnya, yang bermukim di sana sejak lebih dari 60 tahun yang lalu.

Zuraida, perempuan 48 tahun, warga Rt. 12 Kampung Batuah, dengan terbata-bata menceritakan kisah hidupnya bersama suami dan 4 orang putra-putrinya. 

"Kami tinggal di sini berenam. Anak saya yang paling besar sudah berkeluarga. Ada punya keluarga juga di Sungai Lulut, tapi yang kasian marina ulun ading mama (tante adik ibu saya), beliau janda, anaknya juga janda, tinggal bersama dua orang cucunya yang sudah yatim. Kasian mereka kalau harus digusur dari tempat ini," ujar Zuraida sambil menahan tangis mengisahkan keluarganya yang lain.

Zuraida, hanyalah satu potret di antara bingkai kehidupan dari ratusan warga Kampung Batuah lainnya, yang berusaha saling mendukung dan menguatkan menghadapi rencana revitalitasi Pasar Batuah yang akan berimbas pada kehidupan mereka. 

Jika penggusuran jadi dilaksanakan, yang dipindahkan bukan hanya warga yang kuat secara mental dan mungkin siap menerima perubahan nasib dan pola hidup mereka, tetapi banyak pula warga yang akan kehilangan hampir seluruh harta benda miliknya yang dikumpulkan berpuluh-puluh tahun lamanya. Semata hanya untuk memuaskan syahwat dari kebijakan Pemko Banjarmasin yang tak berempati pada beban hidup warganya.

Pada saat dialog dengan Komnas HAM pun, Atul (40), seorang warga lainnya, bercerita sambil menahan derai air mata. Ia mengisahkan betapa dia bersama seluruh keluarga besarnya tak bisa membayangkan akan direnggut kehidupan mereka dan dipindahkan dari Kampung Batuah, tempat orang orang tua mereka tinggal, melahirkan dan membesarkannya lebih dari 40 tahun lalu.


Kepada rombongan Komnas HAM yang dipimpin Hairansyah, Atul sambil terisak mengisahkan betapa pilunya jika dia dan keluarganya beserta warga Kampung Batuah lainnya harus dipindahkan dari lokasi yang menurutnya menyimpang kenangan dan sejarah hidupnya.

"Membayangkan penggusuran itu rasanya teramat berat bagi kami, tak pernah terbayang itu akan terjadi di sini. Bagi saya dan juga warga Batuah lainnya, Batuah ini sudah mendarah daging. Jadi kami memohon melalui Komnas HAM agar rencana tersebut dibatalkan. Alasannya, Kampung Batuah ini, bukan sekedar kampung, tapi kampung ini adalah jiwa dan raga kami. Kampung batuah ini adalah hidup mati kami. Menggusur kawasan ini sama dengan membunuh kami," ujar Atu

Suaranya terbata dengan suara berat sambil sesekali terisak. Tampak raut mukanya diliputi kesedihan yang mendalam.    

Atul juga menuturkan, bahwa banyak hal yang abai menjadi pertimbangan Pemko Banjarmasin saat merencanakan proyek revitalisasi. Salah satunya adalah persoalan pendidikan anak-anak warga Kampung Batuah.

"Sementara ini, kalo dari sini anak-anak kami sekolah tak perlu jauh, cukup dengan berjalan kaki sudah sampai. Kalau dipindah, maka kami harus memulainya lagi dari awal, termasuk mengatur ritme kerja kami yang sebelumnya sudah terbiasa hidup Kampung Batuah," imbuhnya.

Menurut Atul, mungkin bagi orang yang sudah berpenghasilan tetap seperti pegawai, masih punya waktu untuk mengantarkan anak-anaknya berangkat ke sekolah, tapi bagia sebagian besar warga Batuah yang harus berjualan mencari nafkah di luar Kampung Batuah, yang harus berangkat sejak azan subuh dikumandangkan. Maka kenyataan kalau terjadi penggusuran, warga harus memulai hidup mereka dari nol lagi.

"Bagaimana kami membagi fokus kami, antara memikirkan sekolah anak-anak kami dan berjualan untuk mencukupi kebutuhan hidup kami sehari-hari. Berat ini sangat berat bagi kami," imbuhnya lagi.

Menanggapi keluh kesah warga Kampung Batuah, dengan bijak Hairansyah meminta warga untuk tetap bersabar sambil terus berdoa, agar proyek revitalisasi itu bisa dibatalkan demi kepentingan warga.

"Dan tentu sekali lagi, dalam kondisi seperti ini, berdoa itu menjadi sangat penting, karena itu bisa merubah apapun yang sudah ditakdirkan, kalau doa itu dikabulkan," ujar mantan Direktur Eksekutif Yayasan Dalas Hangit (Yadah) Banjarmasin itu menguatkan.


Pria yang akrab disapa Ancah itu juga meyakinkan warga, bahwa Komnas HAM mengapresiasi seluruh usaha dan kesabaran warga Kampung Batuah dalam rangka memperjuangkan hak-haknya.

"Terima kasih, partisipasi perempuannya tinggi di sini, berarti yang hadirnya lebih banyak perempuan. anak-anak juga tadi sudah menyampaikan. Jadi, apa yang menjadi harapan bapak/ibu tentu juga menjadi harapan kita semua, ada penyelesaian terbaik," ujar Hairansyah.

Dan sekali lagi, saya yakin, ujarnya, bahwa Pemko Banjarmasin juga harusnya memberikan penyelesaian berdasarkan aspek kemanusiaan.

"Kami dari Komnas HAM tentu melihat persoalan yang sekarang terjadi dari aspek-aspek itu. Dan itu pulalah mengapa kami memberikan bantuan dalam artian menfasilitasi menangani kasus ini.  Dalam rangka untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip hak asasi manusia itu diterapkan di Banjarmasin," imbuhnya. 

Menurutnya, bahwa ada pembangunan itu memang penting, tapi tentu harus mengedepankan aspek proses dialog yang lebih baik. Harapannya, seperti itu. Artinya, ada cara penyelesaian atas permasalahan yang disampaikan melalui mekanisme yang tersedia. Apakah melalui dialog, musyawarah, atau melalui penyelesaian hukum.

"Itu pilihan-pilihan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia," ucapnya.


Lebih lanjut, Ancah, juga memberikan penghargaan kepada pendampingan yang dilakukan oleh Aliansi Warga Kampung Batuah dan LBH Ansor Kalsel. Sebab, kata Ancah, itu adalah cara-cara penyelesaian permasalahan warga masyarakat secara bermartabat.

Komnas HAM sendrii, imbuh Ancah, berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melakukan mediasi terkait permasalahan warga dengan Pemko Banjarmasin. Semoga, pada pertemuan mediasi Selasa (05/07/22) hari ini, menjadi salah satu cara bermusyawarah untuk mencari jalan keluar.

"Hari ini pada mediasi yang difasilitasi Komnas HAM, semoga ada titik temu anatara Pemko Banjarmasin dengan warga Kampung Batuah," pungkasnya.

Berdasarkan informasi yang diterima media ini, Komnas HAM hari ini Selasa (05/07/22) akan melaksanakan pertemuan mediasi tertutup antara Pemko Banjarmasin dengan warga Kampung Batuah di Aula Idham Chalid, Kantor Gubernur Kalsel Jl. Trikora Banjarbaru. 

Baik pihak Pemko Banjarmasin maupun warga Kampung Batuah dibatasi hanya boleh diwakili oleh 5 orang untuk mengikuti pertemuan terbatas tersebut. 

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev