Israel melancarkan serangan udara besar ke wilayah Leqtaifiya, Doha, Qatar, pada Selasa (09/09/2025) malam waktu setempat.
Banuaterkini.com, DOHA - Sedikitnya 15 jet tempur dilibatkan dalam operasi tersebut dan menembakkan sekitar 10 bom ke kompleks pertemuan pemimpin Hamas yang sedang membahas usulan gencatan senjata Amerika Serikat.
Serangan itu menewaskan sejumlah pejabat Hamas tingkat bawah, termasuk putra Khalil al-Hayya, direktur kantornya, tiga pengawal, serta seorang petugas keamanan Qatar.
Namun, para tokoh utama Hamas yang menjadi target dilaporkan berhasil selamat.
Ledakan dahsyat yang terjadi di dekat stasiun bensin Leqtaifiya memicu kepanikan warga dan kerusakan besar di kawasan elit tersebut.
Qatar langsung mengecam keras serangan Israel, menyebutnya sebagai pelanggaran kedaulatan dan hukum internasional.
Pemerintah Jerman menilai aksi itu “tidak dapat diterima”, sementara Rusia mengutuknya sebagai pelanggaran berat Piagam PBB.
Inggris pun ikut menyampaikan keberatan, dengan Perdana Menteri Keir Starmer menegaskan pentingnya menahan eskalasi konflik.
Dari Washington, Presiden Donald Trump menyatakan ketidaksetujuan atas langkah Israel.
Ia menegaskan serangan ke Qatar bukanlah kepentingan AS maupun Israel.
Menurut Trump, Gedung Putih hanya menerima pemberitahuan singkat sebelum operasi dimulai, sementara Qatar baru mengetahui setelah ledakan terjadi.
Peristiwa ini mengguncang peran Qatar sebagai mediator utama dalam negosiasi gencatan senjata dan tukar tawanan antara Hamas dan Israel.
Para analis memperingatkan serangan tersebut berpotensi merusak jalur diplomasi dan memperlebar konflik ke kawasan Teluk, meningkatkan risiko ketidakstabilan regional.
Pertanyaan juga muncul terkait lemahnya sistem pertahanan udara Qatar yang dikenal canggih dan melindungi pangkalan militer AS di wilayah itu.
Sejumlah pakar menduga Israel menggunakan jet siluman F-35I “Adir” dari jarak jauh dengan dukungan intelijen darat, sehingga mampu menembus radar tanpa terdeteksi.