Polisi mencatat bahwa uang palsu pecahan Rp100 ribu yang dicetak sindikat ini diedarkan melalui jaringan yang mencakup beberapa wilayah, termasuk Gowa dan Makassar.
Transaksi uang palsu ini melibatkan 17 tersangka, mulai dari dosen, pegawai negeri sipil (PNS), hingga pegawai bank.
Awalnya, produksi uang palsu dilakukan di rumah ASS di Jalan Sunu, Makassar, menggunakan alat cetak kecil.
Namun, karena permintaan yang meningkat, sindikat ini memutuskan untuk memindahkan produksi ke lokasi yang lebih strategis dan menggunakan alat cetak yang lebih besar.
Perpustakaan Syekh Yusuf di Kampus UIN Alauddin dipilih sebagai tempat produksi baru, karena dianggap lebih aman dari pantauan.
"Kita temukan alat cetak uang palsu ini di perpustakaan kampus. Mesin ini sudah digunakan untuk mencetak uang palsu skala besar," ujar Yudhiawan saat konferensi pers di Mapolres Gowa, Kamis (19/12/2024).
Polisi telah menetapkan 17 orang sebagai tersangka dalam kasus ini, sementara tiga orang lainnya masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Kami akan terus mengejar DPO ini hingga tuntas," tegas Yudhiawan.
Kasus ini tidak hanya menjadi tamparan bagi dunia pendidikan, tetapi juga menunjukkan bagaimana kejahatan terorganisir mampu menyusup hingga ke institusi akademik.
Polisi bersama Bank Indonesia mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap peredaran uang palsu dan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwenang.