Dunia maya kembali menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) resmi menetapkan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki, sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan proses hukum.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Penetapan ini menyusul hasil penyidikan yang menguatkan dugaan adanya upaya sistematis mengganggu jalannya hukum atas sejumlah kasus besar, termasuk korupsi PT Timah, impor gula, serta suap dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengantongi dua alat bukti yang sah untuk menjerat Muzakki.
"Yang bersangkutan berinisial MAM dan merupakan Ketua Cyber Army. Ia diduga kuat berperan dalam menghalangi penyidikan maupun penuntutan," ungkap Qohar dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Jakarta, Rabu (07/05/2025) malam.
Lebih lanjut, MAM disebut menjalankan aksinya melalui jaringan buzzer terstruktur.
Ia merekrut sekitar 150 orang yang tergabung dalam lima tim online bernama Mustofa I hingga Mustofa V.
Tim tersebut bertugas menyebarkan narasi negatif terhadap kinerja penyidik Kejagung, terutama di media sosial, sebagai bentuk serangan balik terhadap proses hukum yang tengah berlangsung.
Aksi ini disebut dilakukan atas permintaan advokat Marcella Santoso, salah satu tersangka dalam perkara yang sama.
Selain Santoso, tiga nama lain turut disebut sebagai aktor dalam perintangan hukum, yakni Direktur Pemberitaan non-aktif JakTV Tian Bahtiar dan Junaidi Saibih.
Dengan status tersangka ini, MAM dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui melalui UU Nomor 21 Tahun 2021, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penangkapan tokoh sentral buzzer ini membuka lembaran baru terkait ancaman disinformasi dan manipulasi opini publik dalam proses penegakan hukum, terutama di era digital yang sarat hoaks dan penggiringan narasi.