Anehnya, kata dia, saat dirnya melakukan pengecekan di link yang sama pada Jum'at (16/02/2024), saat perhitungan suara sudah mencapai angka 8,90%, ternyata perolehan suara seluruh Caleg Perindo berkurang dengan angka yang tidak masuk akal.
"Pantauan kami, suara Habib Aspihani Ideris hanya memperoleh 2.225, sebelumnya berjumlah 2.844 suara. Demikian pula suara Anjar Susanto hanya mendapat 120 suara dari sebelumnya berjumlah 1.802 suara. Tak berbeda juga dengan Leni Rahayu, sebelumnya suara yang ia dapat adalah 1.793 menjadi hanya mendapatkan 955 suara,” ungkapnya.
Saya sendiri, ujarnya, hanya mendapatkan 898 suara, padahal sebelumnya 1.691 suara. Itu juga terjadi pada Yulita Intan Sari, hanya 950 dari yang sebelumnya mendapat 1.814 suara. Sedangkan Mislawati hanya mendapatkan suara 1.032 dari sebelumnya mendapatkan 1.986 suara.
Rata-rata, ujar dia, pengurangan perolehan suara Caleg DPR RI Partai Perindo di Dapil Kalsel 1 hilang lebih dari 1000 suara.
“Padahal, kalau suaranya tidak hilang, mestinya Partai Perindo sudah masuk urutan ke-5 dari 6 kursi yang diperebutkan di Dapil Kalsel 1. Ada permainan apa ini,” ucapnya kesal.
Sementara itu, Habib Aspihani Ideris yang dihubungi melalui telepon selulernya pada Minggu (18/02/2024), menyebutkan bahwa Pemilu tahun 2024 ini merupakan pemilu terburuk sepanjang sejarah.
"Ya, Pemilu tahun ini merupakan pesta demokrasi paling buruk sepanjang sejarah. Karena kecurangan terjadi massif di mana-mana. Bahkan kecurangan ini sepertinya sudah terkondisikan," ucap Ketua Umum Perhimpunan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) ini.
Padahal, lanjut Aspihani, pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, ada 11 prinsip penyelenggara pemilu, antara lain mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.
"Sepertinya semua ini bertolak belakang dengan tuntutan UU. Kayanya, penyelenggara pemilu terutama KPU dan Bawaslu tidak melaksanakan fungsinya dengan optimal,” ujar Aspihani.
Aspihani juga bercerita bagaimana dirinya merasa kecewa menyaksikan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dan peraturan terhadap tindak perusakan pada alat peraga kampanye (APK) miliknya.