Menurutnya, langkah semacam ini dapat menciptakan persepsi bahwa pemerintah memanfaatkan hukum untuk membungkam kritik.
“Ini hanya akan merusak demokrasi yang membutuhkan sikap toleran atas segala perbedaan. Kritik adalah bagian penting dari proses demokrasi,” tambah Jimly.
Sebagai solusi, Jimly mengusulkan penerapan prinsip restorative justice untuk menangani kasus serupa. Ia menilai pendekatan ini lebih efektif dalam meredam konflik dan menjaga keadilan.
“Aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, perlu sungguh-sungguh menerapkan kebijakan restorative justice.
Pelapor dan terlapor bisa dipertemukan secara damai melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan,” jelasnya.
Kasus Said Didu menjadi sorotan publik sebagai ujian bagi demokrasi di Indonesia.
Jimly mengingatkan bahwa kriminalisasi terhadap kritik hanya akan melemahkan sistem demokrasi yang membutuhkan ruang untuk pandangan berbeda.
“Kritik yang disampaikan dengan baik adalah bagian dari upaya membangun bangsa. Demokrasi harus memberikan ruang untuk itu,” pungkas Jimly.
Dengan sikap tegas Said Didu yang menolak mediasi dan seruan Jimly untuk menghentikan kriminalisasi kritik, kasus ini mencerminkan pentingnya keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan penegakan hukum dalam menjaga demokrasi tetap sehat dan inklusif.