Khairul Adnan salah seorang pendamping warga Kampung Batuah, bahkan menyatakan keheranannya yang menyebabkan gugatan warga Kampung Batuah tidak dikabulkan oleh majlis hakim PTUN Banjarmasin.
Dikatakannya, dari proses perencanaan saja sudah cacat secara prosedural, karena warga Kampung Batuah tidak dilibatkan.
"Padahal PP No. 45 Tahun 2017 tentang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai turunan dari UU No. 23 tahun 2014 sudah mengatur tentang hal itu." tukasnya.
Ditambahkannya, dalam PP No. 45 tahun 2017 jelas disebutkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan daerah yang mengatur dan membebani masyarakat seperti rencana tata ruang, perencanaan pembangunan dan pengaturan lain yang berdampak sosial.
Partisiapasi masyarakat harusnya sesuai aturan dilakukan melalui konsultasi publik, penyampaian aspirasi, rapat dengar pendapat umum dan/atau sosialisasi.
Perencanaan, kata dia, hanya dilakukan secara sepihak oleh Pemko Banjarmasin atau Disperdagin, bahkan isi proposal yang diajukan ke Kemendag RI untuk mendapatkan proyek yang bernilai Rp3,5 miliar dari APBN sarat dengan rekayasa.
Dijelaskan, lahan yang akan dibangun telah matang dan siap bangun dan tidak dalam keadaan sengketa dan dokumen ditandatangani Walikota.
"Ini jelas pembohongan publik. Apa Walikota tidak melihat bahwa lebih dari 500 jiwa manusia tinggal di Kampung Batuah?. Mungkin pak Walikota sudah tak memiliki empati dan nurasi kepada warganya sendiri," pungkas Adnan.