Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) sedang menghadapi tantangan serius akibat perubahan iklim. Kondisi ini dapat berdampak buruk pada perekonomian di daerah ini, terutama di sektor pertanian dan perikanan.
Banuaterkini.com, BANJARMASIN - Menurut Kepala Kanwil DJPb Kalsel, Syafriadi, peningkatan suhu sebesar 0,2-0,3 derajat Celsius telah menyebabkan kenaikan curah hujan sekitar 25 mm per tahun.
Kondisi ini berdampak signifikan terhadap perekonomian daerah, terutama sektor perikanan dan pertanian.
Di Kabupaten Banjar, ujarnya, banjir telah merusak kolam ikan di empat kecamatan. Sementara itu, produksi padi di Barito Kuala dan Kabupaten Tapin mengalami penurunan drastis dalam 10 tahun terakhir.
"Penurunan hasil padi siknifikan di Barito Kuala 541,75 ribu ton dan Kabupaten Tapin 509,03 ton," ungkap Syafriadi pada acara ALCo Regional Kalimantan Selatan, Jumat (28/6/2024) lalu.
Selain itu, cuaca ekstrem yang semakin intens dan berkepanjangan mengancam kualitas air, kesehatan masyarakat, dan rantai pasok.
Disebutkan, Kalsel juga rentan terhadap berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan.
Indeks ketahanan daerah yang rendah (0,33) menunjukkan kurangnya kapasitas dalam menghadapi bencana. Kerugian akibat bencana dari Januari hingga Juni 2024 saja diperkirakan mencapai Rp19,035 miliar.
Dikutip dari Banjarmasin Post Sabtu (29/06/2024), ia mengingat potensi dampak yang luas terhadap perekonomian dan kondisi sosial masyarakat.
Syafriadi menekankan pentingnya penanganan bencana yang lebih serius. Ia mengusulkan peningkatan sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk mengantisipasi risiko bencana akibat perubahan iklim di Kalsel.
Situasi ini memerlukan tindakan cepat dan terkoordinasi untuk meningkatkan ketahanan daerah, melindungi sektor-sektor ekonomi vital, dan menjaga kesejahteraan masyarakat di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata. (Banjarmasin Post)