Saat gelaran Focus Group Discussion (FGD) yang digelar TVRI di Banjarmasin Senin (25/11/2024), akademisi dan pendakwah Dr. Muhari menyampaikan sejumlah catatan penting mengenai transformasi TVRI sebagai media publik di era digital.
Banuaterkini.com, BANJARMASIN - Kegiatan ini menjadi ajang strategis bagi TVRI untuk menyerap aspirasi masyarakat sekaligus mengembangkan arah kebijakan siaran yang lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Muhari yang di dunia dakwah disapa dengan panggilan Guru Muha ini menyoroti berbagai tantangan dan peluang yang dihadapi TVRI di tengah persaingan dengan media baru yang semakin mendominasi lanskap industri hiburan dan informasi.
Menurut Muhari, TVRI memiliki keunggulan historis yang tidak dimiliki media lain. Sebagai televisi pertama di Indonesia, TVRI telah menjadi simbol kebanggaan nasional dan berperan sebagai pemersatu bangsa.
"Dengan regulasi khusus sebagai media publik, ditambah jaringan luas SDM dan infrastruktur yang tersebar hingga pelosok negeri, TVRI memiliki modal kuat untuk terus relevan," ujar Kabid Kepemudaan Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Banjar ini.
Namun, kata Muhari, di tengah perubahan gaya hidup masyarakat yang kini lebih banyak mengakses informasi melalui media digital, TVRI harus mampu beradaptasi dengan pola konsumsi konten yang semakin dinamis.
Doktor Komunikasi dari Universitas SAHID Jakarta ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan berbasis teori media exposure, yang mencakup aspek frekuensi, durasi, dan atensi penonton.
Dengan pemahaman ini, imbuhnya, TVRI diharapkan mampu menyajikan program-program yang tidak hanya relevan tetapi juga sederhana, elegan, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern.
Menurut Muhari yang juga dosen FISIP Uniska MAB Banjarmasin ini, keberhasilan TVRI tidak hanya terletak pada kemampuan menghadirkan informasi dan hiburan, tetapi juga pada kemampuan menjaga integritas jurnalisme yang mencerdaskan.
Dalam konteks program keagamaan, Dr. Muhari memberikan beberapa masukan penting. Ia menilai bahwa TVRI perlu lebih intens menghadirkan tokoh agama lokal yang dapat mempererat kedekatan dengan masyarakat di berbagai daerah.
"Program-program yang mengangkat kegiatan pondok pesantren, baik di tingkat lokal maupun nasional, juga dinilai penting untuk memberikan ruang bagi pendidikan berbasis agama," imbuh Pimpinan Pondok Pesantren Raudhatul Muta'allimin An Nahdhiyyah (RMA) Banjarbaru ini.
Selain itu, TVRI disarankan untuk memaksimalkan informasi tentang pengembangan dan pendidikan bagi yatim piatu serta kaum dhuafa, sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
Khusus untuk daerah seperti Kalimantan Selatan yang dikenal religius, Dr. Muhari menekankan perlunya konten keagamaan yang lebih proporsional dan sesuai dengan karakter masyarakat setempat.
Muhari juga menegaskan bahwa TVRI tidak hanya perlu bersaing secara finansial atau mengejar cost income, tetapi juga harus menjadi alternatif media lama yang tetap relevan dan pilihan media baru yang mencerdaskan.
Ia berharap TVRI terus menjembatani kepentingan publik dengan menghadirkan program-program yang informatif, sederhana, namun tetap mempertahankan nilai etis dan estetika yang tinggi.
"Transformasi TVRI menuju era digital diharapkan tidak hanya memperkuat posisinya sebagai media publik, tetapi juga menjadikannya lebih dekat dengan masyarakat Indonesia di berbagai lapisan," pungkasnya.