"Bila perlu, pelaku yang melakukan perlawanan bisa ditembak kakinya. Kasus ini merupakan pidana serius yang harus ditindak dengan tegas," tambahnya.
Kasus ini bermula ketika FZ, seorang guru di sebuah sekolah dasar swasta di Bandar Lampung, ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu (19/10) atas dugaan pencabulan terhadap salah satu siswinya yang masih di bawah umur.
Meskipun telah berstatus tersangka, FZ tidak ditahan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Bandar Lampung setelah mengajukan permohonan penangguhan penahanan, yang disertai jaminan surat tanah sebagai bentuk surety bond.
Keputusan ini sontak memicu gelombang kritik dari masyarakat yang merasa penangguhan ini tidak selaras dengan rasa keadilan.
Publik mengkhawatirkan kemungkinan tersangka memengaruhi korban atau melarikan diri, yang pada akhirnya akan menghambat jalannya proses hukum.
Media sosial dan berbagai platform diskusi dipenuhi oleh komentar masyarakat yang menuntut keadilan bagi korban dan meminta pihak kepolisian untuk memperlakukan kasus ini dengan serius.
Habiburokhman pun menggarisbawahi, kasus pencabulan seperti ini tidak hanya melukai korban, tetapi juga melanggar hak-hak anak yang seharusnya dilindungi oleh negara.
Ia mendesak agar pihak berwenang segera mengkaji ulang keputusan penangguhan penahanan tersebut demi menjamin hak dan keselamatan korban serta menegakkan keadilan di mata publik.
Keprihatinan masyarakat atas kasus ini mencerminkan harapan agar pihak kepolisian benar-benar mengedepankan kepentingan korban, terutama dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, yang meninggalkan dampak trauma panjang bagi korban dan keluarganya.