Respons Trans7 datang belakangan: surat permintaan maaf tertanggal 14 Oktober 2025 yang ditandatangani Direktur Produksi dan Kepala Departemen Programing menyebut adanya “keteledoran kurang teliti” dalam menyajikan konten tersebut. Mereka menegaskan akan melakukan evaluasi agar tak mengulang kesalahan.
Permintaan maaf yang disampaikan Trans7 memang langkah awal yang patut diapresiasi. Namun publik menilai, permintaan maaf semata belum cukup menutup luka simbolik yang telah muncul di kalangan pesantren dan masyarakat luas. PBNU dan sejumlah tokoh keagamaan menuntut langkah lanjutan yang lebih konkret dan transparan.
Yang diharapkan bukan sekadar pernyataan sesal, melainkan upaya sistematis yang menunjukkan tanggung jawab moral dan profesional. Trans7 perlu membuka audit internal secara terbuka, agar publik mengetahui sejauh mana proses penyuntingan dan pengawasan redaksional dijalankan. Langkah ini penting untuk memulihkan kepercayaan terhadap kredibilitas redaksi.
Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap pedoman produksi konten keagamaan menjadi keharusan. Dunia penyiaran tidak boleh memperlakukan isu agama sebagai sekadar bahan sensasi atau hiburan. Penguatan pedoman etik akan menjadi pagar moral yang mencegah kesalahan serupa di masa depan.
Sebagai bentuk itikad baik, stasiun televisi juga dapat menempuh jalur edukatif, misalnya dengan menayangkan program khusus yang mengangkat kehidupan pesantren secara utuh—bukan karikatural, tetapi reflektif dan mendidik. Tayangan seperti itu bukan hanya menebus kesalahan, tetapi juga memperkaya publik dengan wawasan tentang peran pesantren dalam sejarah bangsa.
Dan yang tak kalah penting, redaksi Trans7 perlu menetapkan batas-batas yang tegas ketika menyajikan kehidupan lembaga agama. Bukan untuk membatasi kebebasan pers, melainkan untuk menjaga agar kebebasan itu tetap beradab dan berpihak pada nilai kemanusiaan.
Dalam kasus ini, Trans7 tampak belum mengumumkan jadwal audit terbuka atau mengundang pihak pesantren sebagai mitra diskusi. Jika kebijakan redaksional hanya “menyesal tapi diam,” potensi kesalahan berulang tetap tinggi.
KPI pun angkat suara: mereka akan menggelar sidang pleno untuk menilai kepatuhan Trans7 terhadap P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran). KPI menyebut tayangan itu “mencederai nilai luhur penyiaran” dan mengganggu ruh kebatinan pesantren.
Suara Alumni, dan Kekhawatiran Tokoh NU
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), mengeluarkan protes keras atas tayangan tersebut. Menurutnya, konten itu menghina pesantren dan tokoh NU, menyalahi etika jurnalistik dan berpotensi mencabut kepercayaan publik terhadap lembaga keagamaan. Dia memerintahkan Lembaga Bantuan Hukum PBNU untuk menempuh jalur hukum terhadap Trans7 dan Trans Corporation.