Tantangan seperti intoleransi, diskriminasi, dan polarisasi sosial semakin mendesak perhatian berbagai pihak untuk menemukan solusi konkret. Pendidikan hak asasi manusia (HAM) dan literasi keagamaan lintas budaya muncul sebagai langkah strategis dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Hal ini menjadi fokus utama dalam webinar bertajuk "Memperkuat Harmoni Dalam Keberagaman Melalui Pendidikan HAM dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya" yang diselenggarakan oleh Institut Leimena pada Jumat (06/12/2024).
Webinar ini menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang yang membahas bagaimana pendidikan HAM dan literasi keagamaan dapat menjadi kunci untuk memperkuat kohesi sosial di tengah keberagaman.
Mugiyanto, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia RI, membuka diskusi dengan menekankan pentingnya HAM sebagai landasan strategi nasional.
"Keberagaman adalah kekuatan strategis yang harus dikelola dengan nilai inklusivitas dan penghormatan terhadap hak setiap individu," kata Mugiyanto.
Dr. Harniati, S.H., LLM., Plt. Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kemenkumham RI, menegaskan perlunya sinergi multipihak dalam memperkuat kebebasan beragama.
Menurutnya, supremasi hukum menjadi kunci utama untuk menciptakan harmoni sosial di masyarakat yang majemuk.
Dari perspektif global, Duta Besar Achsanul Habib, Deputi Wakil Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, menjelaskan pentingnya literasi keagamaan lintas budaya sebagai upaya melawan intoleransi dan ujaran kebencian berbasis agama.
"Pendekatan ini memungkinkan terciptanya masyarakat yang lebih toleran dan harmonis di tengah keberagaman," ujar Achsanul.
Sementara itu, Duta Besar Rashad Hussain, yang mewakili Kantor Kebebasan Beragama Internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, menyampaikan bagaimana pendidikan HAM dan literasi keagamaan dapat menjadi pilar utama dalam menghadapi polarisasi global.
“Di dunia yang semakin terpecah, pendekatan ini membantu membangun jembatan di antara berbagai komunitas,” ungkap Rashad.
Nadine Maenza, Presiden International Religious Freedom (IRF) Secretariat, menyoroti pentingnya literasi keagamaan lintas budaya dalam mengatasi perpecahan dan memperkuat inklusivitas sosial.
Dia katakan, literasi menjadi alat untuk membangun kepercayaan dan kebersamaan di tengah kompleksitas dunia modern.
"Di tengah kompleksitas dunia modern, literasi ini menjadi alat untuk membangun kepercayaan dan kebersamaan," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Hj. Siti Ruhaini Dzuhayatin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengungkapkan bahwa supremasi hukum dan pemahaman lintas budaya adalah fondasi untuk memastikan kebebasan beragama.
"Harmoni dalam keberagaman hanya dapat dicapai ketika semua pihak memahami hak asasi manusia sebagai nilai universal," jelasnya.
Febby Cipta, aktivis muda yang turut hadir, menyoroti peran generasi muda dalam membangun toleransi dan harmoni sosial.
“Anak muda adalah generasi penerus yang memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keberagaman dan menciptakan perdamaian yang berkelanjutan,” ujarnya.
Webinar ini menjadi ruang diskusi strategis yang diharapkan mampu memupuk toleransi, memperkuat kohesi sosial, dan menciptakan masyarakat yang damai serta bebas dari kebencian.
Pendidikan HAM dan literasi keagamaan lintas budaya menjadi landasan kuat dalam mewujudkan hal tersebut.