Kebijakan kenaikan gaji dan tunjangan guru yang direncanakan Presiden Prabowo Subianto pada 2025 terus menjadi perbincangan hangat. Dalam pengumuman di Puncak Hari Guru Nasional 2024 di Jakarta International Velodrome, Prabowo, bersama Mendikdasmen Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa guru ASN dan non-ASN yang tersertifikasi akan menikmati kenaikan gaji atau tunjangan.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Guru ASN yang telah tersertifikasi dijanjikan tunjangan tambahan sebesar satu kali gaji pokok. Sementara itu, guru non-ASN yang juga tersertifikasi akan mendapatkan kenaikan tunjangan hingga Rp 2 juta per bulan.
Pemerintah telah meningkatkan anggaran kesejahteraan guru menjadi Rp 81,6 triliun, naik Rp 16,7 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, skema kenaikan ini memunculkan berbagai pertanyaan. Salah satu kritik datang dari pengamat pendidikan dan organisasi guru yang menyoroti fokus kebijakan pada guru tersertifikasi, sementara mayoritas guru honorer—yang belum tersertifikasi—masih belum mendapatkan perhatian memadai.
Kondisi Guru Honorer yang Terabaikan
Data menunjukkan bahwa kesejahteraan guru honorer di Indonesia masih berada dalam kondisi memprihatinkan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Ideas dan GREAT Edunesia, sekitar 74% guru honorer memperoleh penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan. Bahkan, 20,5% di antaranya hanya menerima kurang dari Rp 500.000 per bulan.
Ironisnya, penghasilan mereka sering kali tidak diterima tepat waktu karena bergantung pada pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang hanya cair setiap tiga bulan.
Dengan gaji rendah, guru honorer tetap diharapkan menjalankan berbagai tugas, termasuk mengajar, mengurus administrasi, serta membimbing kegiatan ekstrakurikuler.
Kritik terhadap Kebijakan Kenaikan Gaji
Organisasi guru seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritik fokus kebijakan pada guru tersertifikasi.
Mereka menilai pemerintah seharusnya memberikan prioritas kepada guru honorer yang memiliki penghasilan jauh lebih rendah dan sering kali bekerja tanpa jaminan sosial atau akses kesehatan.
“Guru honorer yang seharusnya menjadi prioritas justru terpinggirkan. Kenaikan gaji melalui sertifikasi hanya menguntungkan segelintir guru, sementara mayoritas guru honorer tetap menghadapi tantangan kesejahteraan,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (03/12/2024).
Selain itu, pengamat pendidikan Ahmad Rizali mengungkapkan bahwa skema kenaikan gaji ini memerlukan kejelasan.
Apakah tambahan ini berupa tunjangan rutin, gaji tetap, atau insentif tahunan seperti gaji ke-13? Ketidakjelasan ini dikhawatirkan akan membingungkan para guru dan menciptakan ketimpangan baru.
Tantangan Sertifikasi Guru
Meskipun pemerintah berupaya meningkatkan jumlah guru yang tersertifikasi melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG), kendala besar masih ada.
Dengan jumlah guru ASN dan non-ASN mencapai 3,3 juta orang, terdapat 1,43 juta guru yang belum tersertifikasi.
Pemerintah menargetkan sertifikasi untuk 600.000 guru pada 2024 dan 800.000 guru pada 2025. Namun, dengan kapasitas PPG yang terbatas, diperkirakan butuh waktu hingga tujuh tahun agar seluruh guru mendapatkan sertifikasi.
Hal ini menimbulkan risiko bahwa sebagian besar guru saat ini tidak akan pernah merasakan manfaat kenaikan tunjangan selama masa pemerintahan Presiden Prabowo.
Pengamat pendidikan Darmaningtyas menyarankan agar pemerintah mengalihkan fokus pada kenaikan tunjangan fungsional bagi guru honorer yang belum tersertifikasi.
“Daripada terus menunggu proses sertifikasi yang panjang, pemberian tunjangan fungsional kepada guru honorer akan menjadi langkah lebih cepat dan berkeadilan,” ujarnya.
Harapan untuk Kebijakan yang Lebih Adil
Dengan Anggaran Pendidikan yang mencapai Rp 722 triliun pada 2025, pemerintah memiliki kapasitas untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh guru tanpa membedakan status ASN atau honorer.
Kebijakan yang lebih inklusif dan fokus pada kelompok paling rentan diharapkan dapat menciptakan keadilan di sektor pendidikan.
Meski demikian, pelaksanaan kebijakan ini akan menjadi ujian besar bagi pemerintah.
Kesejahteraan guru bukan hanya soal anggaran, tetapi juga komitmen dalam memastikan pemerataan dan kelayakan hidup bagi semua pendidik di Indonesia.