Program layanan pengaduan masyarakat bertajuk Lapor Mas Wapres, yang digagas Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, telah menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan. Sejak diluncurkan pada Senin (10/11/2024) lalu, layanan ini memungkinkan masyarakat menyampaikan keluhan langsung ke Sekretariat Wakil Presiden di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, atau melalui WhatsApp. Namun, langkah ini menuai pro dan kontra, mulai dari apresiasi hingga kritik tajam.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Sejak dibuka, antusiasme masyarakat terlihat dari kedatangan warga dari berbagai daerah, termasuk luar Jabodetabek, untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Setiap harinya, Sekretariat Wakil Presiden menerima 50 hingga 60 aduan langsung. Sebagian besar pengaduan berfokus pada isu-isu seperti pendidikan, kesehatan, dan sengketa tanah.
Namun, program ini juga mendapat kritik tajam dari sejumlah pihak yang mempertanyakan kesesuaian langkah tersebut dengan posisi seorang wakil presiden.
Mantan anggota DPR RI, Akbar Faizal, menyampaikan pandangannya melalui media sosial. Ia menilai bahwa membuka pos pengaduan di kantor Wakil Presiden lebih menyerupai gaya kepemimpinan seorang wali kota atau bupati, bukan pemimpin nasional.
Menurutnya, Wakil Presiden seharusnya berfokus pada kebijakan strategis yang lebih luas.
"Saudara @gibran_tweet, membuka pos pengaduan di kantor Wapres itu gaya wali kota atau bupati yang tak percaya kinerja anak buahnya," tulisnya melalui media sosial X pada Selasa, 12 November 2024.
Ia menyarankan agar Gibran lebih berorientasi pada pembuatan indikator kinerja utama (KPI) untuk kementerian dan lembaga, sehingga pelaksanaan kebijakan dapat berjalan lebih efektif tanpa harus menangani pengaduan teknis.
Kritik serupa juga disampaikan oleh Felia Primaresti, peneliti dari The Indonesian Institute (TII).
Ia menilai bahwa seorang Wakil Presiden seharusnya memfokuskan diri pada perumusan kebijakan strategis yang berdampak luas, bukan pada pengelolaan teknis pengaduan masyarakat.
"Posisi wakil presiden adalah top manajemen dalam pemerintahan, yang idealnya lebih banyak memikirkan visi dan arah kebijakan, bukan terlibat dalam detail operasional," jelasnya.
Felia juga menambahkan bahwa mekanisme birokrasi yang ada seharusnya diperbaiki untuk memastikan pengaduan masyarakat dapat ditangani dengan baik oleh lembaga terkait.
Meski demikian, program ini juga mendapatkan apresiasi dari beberapa pihak. Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, memandang bahwa Lapor Mas Wapres adalah langkah yang mendekatkan pemerintah dengan masyarakat.
Ia menyebut program ini sebagai "jalan tol aspirasi" yang memungkinkan publik menyampaikan kritik dan saran dengan lebih mudah.
Menurutnya, langkah ini mampu mengurangi jarak antara pemerintah dan rakyat, meskipun masih ada tantangan dalam pelaksanaannya.
Menanggapi berbagai polemik yang muncul, pihak Istana akhirnya buka suara. Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Prita Laura, menegaskan bahwa program ini bukanlah inisiatif pribadi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ia menjelaskan bahwa Lapor Mas Wapres merupakan bagian dari kebijakan pemerintah yang telah terintegrasi dengan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N Lapor).
Sistem ini memungkinkan pengaduan masyarakat diteruskan ke 96 lembaga dan 453 pemerintah daerah yang terkait.
“Ini bukan program Mas Wapres pribadi, tetapi bagian dari kebijakan pemerintah di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto,” ujar Prita dalam konferensi pers pada Kamis (14/11/2024).
Prita juga mengungkapkan bahwa hingga hari keempat peluncuran, layanan ini telah menerima 296 pengaduan dari masyarakat.
Aduan-aduan tersebut akan dianalisis sebelum diteruskan ke kementerian atau lembaga terkait untuk ditindaklanjuti.
Deputi Administrasi Sekretariat Wakil Presiden, Sapto Harjono, menambahkan bahwa setiap pengaduan akan diproses sesuai dengan standar pelayanan publik dalam waktu 14 hari kerja.
"Lama waktu penyelesaian tergantung pada kompleksitas masalah yang diajukan," jelasnya.
Program ini menjadi contoh bagaimana pemerintah berupaya memberikan akses langsung kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi.
Namun, kritik dan masukan yang ada menunjukkan perlunya perbaikan, terutama dalam hal distribusi tanggung jawab dan pembagian peran yang lebih strategis di tingkat pimpinan nasional.
Dengan sistem yang semakin terintegrasi, diharapkan layanan ini dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. (Tempo).