Di tengah kepentingan ekonomi yang terus mendesak pembangunan wisata, Dedi menegaskan bahwa ada batas yang tidak boleh dilanggar: keseimbangan ekosistem dan keselamatan warga.
“Masak alam kayak gini aja diganggu? Kita harusnya belajar dari bencana-bencana sebelumnya. Ini bukan sekadar soal pariwisata, tapi soal kehidupan,” lanjutnya, sembari menatap ke arah sungai yang kini dipenuhi lumpur dari material longsor.
Dampak dari kerusakan ini tidak hanya dirasakan di kawasan Puncak Bogor, tetapi juga menghantam Jakarta, Depok, dan Bekasi.
Dalam beberapa hari terakhir, hujan deras yang mengguyur menyebabkan banjir besar di wilayah Jabodetabek. Ribuan warga terdampak, rumah-rumah terendam, dan akses jalan lumpuh total.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melaporkan bahwa banjir di beberapa titik di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur diperparah oleh sedimentasi lumpur yang terbawa dari kawasan hulu, termasuk Puncak Bogor.
Sementara itu, di Depok, genangan air setinggi satu meter memaksa ratusan warga mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Bekasi pun mengalami nasib serupa, di mana banjir di perumahan-perumahan padat penduduk semakin meluas akibat air kiriman dari daerah hulu yang mengalami erosi parah.
“Ini bukan hanya bencana di satu tempat, tapi efek domino dari perusakan alam yang tidak terkendali,” ujar seorang warga korban banjir di Jakarta Timur yang rumahnya terendam hampir dua meter.
Dedi juga mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas izin pembangunan di kawasan ini.
Saat mendapat jawaban bahwa izin tersebut dikeluarkan oleh bupati sebelumnya, ia dengan tegas meminta evaluasi ulang izin-izin yang berpotensi merusak lingkungan.