Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, meminta Rektor Universitas Airlangga, Prof. Mohammad Nasih, untuk segera mencabut keputusan pembekuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair. Langkah ini diambil sebagai komitmen menjaga kebebasan berpendapat dan kebebasan akademik di lingkungan kampus.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Dalam pertemuan di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek (Kemendiksaintek) pada Senin (28/10/2024), Satryo Soemantri Brodjonegoro, menginstruksikan agar kebijakan pembekuan BEM FISIP Unair segera dibatalkan.
"Saya sudah menyampaikan ke Rektor Unair untuk membatalkan pembekuan ini, dan beliau siap melaksanakannya," ujar Prof. Satryo, seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, kampus harus tetap menjadi ruang bebas untuk mengemukakan pendapat, yang merupakan esensi dari kebebasan akademik.
Prof. Satryo menekankan bahwa kebebasan akademik adalah pilar utama dalam dunia pendidikan tinggi dan menjadi tanggung jawab para pimpinan universitas untuk melindunginya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa kebebasan ini harus diiringi dengan tanggung jawab kepada publik.
"Saya meminta para rektor untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan dan akuntabilitas di kampus," tambahnya.
Keputusan pembekuan BEM FISIP Unair muncul setelah BEM tersebut membuat karangan bunga satire bertuliskan ucapan selamat kepada Presiden dan Wakil Presiden, yang dianggap sebagai kritik halus terhadap pemerintahan.
Karangan bunga itu sempat dipajang di Taman Barat FISIP Unair pada 22 Oktober 2024 dan diunggah di akun Instagram resmi BEM FISIP Unair, @bemfisipunair. Namun, hujan deras menyebabkan karangan bunga tersebut ditarik pada sore hari.
Karya satire ini segera viral di media sosial X dan TikTok, mendapatkan dukungan luas dari mahasiswa yang melihatnya sebagai bentuk kebebasan berekspresi di lingkungan kampus.
Sayangnya, langkah ini diikuti oleh tindakan dekanat FISIP Unair yang melakukan pemanggilan terhadap BEM FISIP pada 24 Oktober untuk meminta klarifikasi terkait pemilikan dan motif dari karangan bunga tersebut.
Pada Jumat, 25 Oktober, pukul 09.03, Presiden BEM FISIP bersama beberapa anggota memenuhi panggilan Komisi Etik Fakultas untuk memberikan penjelasan.
Namun, sorenya, sekitar pukul 16.13, pihak BEM menerima surel dari dekanat yang berisi keputusan pembekuan organisasi mereka. Surat No. 11048/TB/UN3.FISIP/KM.04/2024 resmi mengumumkan bahwa BEM FISIP Unair dibekukan, menyulut reaksi beragam dari mahasiswa dan publik.
Dalam menanggapi pembekuan ini, Prof. Satryo mengingatkan bahwa kampus harus menjadi tempat yang aman bagi mahasiswa untuk mengekspresikan gagasan dan kritik secara terbuka.
“Kebebasan akademik itu hak, dan kita harus menjaga ruang itu, namun tetap diiringi tanggung jawab. Kampus harus membina mahasiswa dalam berpikir kritis tanpa mengabaikan akuntabilitas,” ujar Mendiktisainstek.
Prof. Satryo juga menambahkan bahwa kritik yang muncul dari mahasiswa adalah bagian dari dinamika akademik dan demokrasi kampus yang sehat, serta bagian dari proses pembelajaran mahasiswa dalam berpartisipasi secara aktif di masyarakat.
"BEM dan organisasi mahasiswa lainnya adalah wadah pembelajaran, tempat bagi mahasiswa untuk memahami cara menyampaikan pendapat dan berkontribusi dalam kehidupan bernegara," jelasnya.
Menanggapi arahan Mendiktisainstek, Rektor Unair, Prof. Mohammad Nasih, menyatakan komitmennya untuk menjalankan instruksi tersebut dan akan segera melakukan kajian lebih lanjut terkait keputusan pembekuan BEM.
Pihak rektorat menyatakan bahwa upaya ini dilakukan untuk menciptakan keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan kedisiplinan di lingkungan kampus.
Pembatalan pembekuan ini diharapkan dapat menjaga integritas kampus sebagai ruang demokrasi yang sehat dan melindungi hak-hak mahasiswa dalam berekspresi.
Sementara itu, rektorat juga akan mempertimbangkan pengawasan dan pembinaan yang lebih intensif kepada organisasi mahasiswa untuk memastikan bahwa segala bentuk ekspresi dilakukan dalam koridor yang produktif.
Keputusan Prof. Satryo untuk menjaga kebebasan akademik di Unair ini menandakan komitmen pemerintah terhadap pentingnya demokrasi di lingkungan pendidikan.
Menteri berharap agar kampus-kampus di Indonesia menjadi contoh positif bagi masyarakat, tempat yang dapat membina generasi muda dalam menyampaikan gagasan dengan bijak dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, harapan akan terciptanya budaya akademik yang sehat dan demokratis dapat terus terwujud di universitas-universitas seluruh Indonesia.