Dengan suara lantang, ia berbicara bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk teman-teman yang sama-sama ingin memperjuangkan masa depan mereka.
Ketika Wakil Kepala Sekolah SMKN 10 Medan, Pehulysa Sagala, hadir untuk meminta maaf dan menjelaskan bahwa pihak sekolah tak bisa memprediksi waktu, Bernadetha maju ke depan.
Dengan berani, ia mengambil mikrofon dan menegaskan bahwa dirinya serta teman-teman mendengar pernyataan berbeda sebelumnya.
Sikapnya bukan sekadar bentuk kemarahan, tetapi juga keteguhan hati seorang remaja yang ingin memperjuangkan haknya.
Kisah Bernadetha adalah potret nyata dari perjuangan anak muda dalam menggapai pendidikan yang lebih baik.
Ini bukan sekadar tentang satu sekolah yang lalai, tetapi juga tentang bagaimana harapan, usaha, dan semangat seorang siswa tidak boleh begitu saja dipatahkan oleh kelalaian sistem.
Bernadetha tak ingin menyerah. Mimpinya tetap utuh, dan ia akan terus mencari jalan untuk mewujudkannya.
Sebab, bagi mereka yang memiliki tekad kuat, selalu ada cahaya di ujung perjalanan.