Bayangkan gedung tua yang anggun tiba-tiba "bernafas", berdenyut dengan cahaya, dan berubah bentuk dalam kilatan visual interaktif. Itulah yang terjadi saat Danar Tri Yudistira dan Erfansyah Anandata meluncurkan proyek kolaboratif ambisius mereka, SYNTETIKA, di Hotel Tugu Malang.
Banuaterkini.com, MALANG – Lebih dari sekadar tontonan cahaya, SYNTETIKA adalah eksperimen multidisiplin yang menyatukan seni visual, teknologi imersif, dan arsitektur menjadi satu narasi artistik yang menggugah.
Melalui metode yang mereka sebut "Live Paint on Building", dua seniman lintas disiplin ini menciptakan pertunjukan di mana bangunan tak hanya menjadi latar, tapi menjadi bagian dari cerita—seolah kulit hidup yang bisa dilukis secara real-time.
“Seni harus keluar dari galeri, dari batasan dinding putih. Ia harus hadir di ruang publik, di tengah kehidupan,” ujar Erfansyah, sosok di balik Angsal, agensi kreatif digital yang dikenal dengan proyek-proyek visual eksperimental.
Bersama Danar, Founder studio teknologi kreatif Holution, mereka menghadirkan pertunjukan yang menggabungkan video mapping, sistem multimedia interaktif, dan proyeksi yang merespons langsung bentuk serta tekstur bangunan.
Hasilnya adalah pengalaman imersif yang seolah membawa kita ke dunia paralel, di mana cahaya berbicara dan dinding berdansa.
Peluncuran perdana SYNTETIKA di Royal Angkor Saigonsan, Hotel Tugu Malang, menjadi titik awal dari tur lintas kota yang akan membawa seni digital langsung ke jantung kota, ke jalanan, ke bangunan bersejarah, dan ke ruang-ruang yang biasanya luput dari sorotan seni kontemporer.
“Syntetika bukan sekadar pertunjukan visual. Ini adalah bentuk performatif yang mencoba berdialog dengan ruang,” ungkap Danar, yang dikenal dengan pendekatan naratif transformatif dalam karya-karyanya di berbagai kota besar Indonesia.
Melalui SYNTETIKA, keduanya tidak hanya mengaburkan batas antara seni dan teknologi, tapi juga membuka percakapan baru soal bagaimana kita memaknai ruang, cahaya, dan kehadiran digital di era modern.
Proyeksi visual yang diciptakan tidak hanya artistik, tapi juga responsif terhadap lingkungan dan narasi yang ingin disampaikan.
“Kami ingin membawa pengalaman seni ke luar galeri. Ke jalanan, ke ruang publik, ke tempat di mana masyarakat bisa langsung merasakannya, tanpa batasan,” tambah Erfansyah Anandata.
Dengan proyek ini, bangunan bukan lagi sekadar struktur mati. Ia hidup, bernapas, dan bercerita.
SYNTETIKA menjadi simbol dari bagaimana seni, teknologi, dan ruang kota bisa berkolaborasi membentuk ekosistem ekspresi baru.
Proyek ini dijadwalkan akan berkeliling ke beberapa kota besar di Indonesia.