Namun, Joo Jong-wan dari Kementerian Lahan, Infrastruktur, dan Perhubungan Korea Selatan (MOLIT) memiliki pendapat yang berbeda.
“Biasanya, kegagalan mesin dan roda pendarat tidak terkait langsung. Roda seharusnya bisa dikeluarkan manual,” ujar Joo Jong-Wan.
Tim penyelidik menemukan dua kotak hitam pesawat, namun salah satunya rusak, sehingga penyebab pasti kecelakaan masih belum terungkap.
Proses investigasi terus dilakukan dengan fokus pada rekaman data penerbangan (FDR) yang tersisa.
Dari 181 orang di dalam pesawat, hanya dua yang selamat. Pilot dengan pengalaman 6.823 jam terbang menjadi salah satu korban tewas.
Tim darurat yang tiba di lokasi berjuang memadamkan api dan mencari korban di tengah reruntuhan.
Dosen Teknik Dirgantara Inha University, Choi Kee-young, menyoroti ketiadaan rem angin sebagai salah satu faktor fatal.
“Roda pendarat tidak keluar, dan rem angin pun tampaknya gagal berfungsi. Pesawat meluncur tanpa kendali,” ujarnya.
Kecelakaan ini memunculkan sorotan serius pada keamanan penerbangan di Korea Selatan, terutama terkait penanganan tabrakan dengan burung atau bird strike.
Selain itu, kesiapan prosedur darurat di bandara juga menjadi perhatian penting untuk mencegah tragedi serupa di masa depan.