“Tidak ada satu pun yang selesai proses pengurusannya, padahal sudah berjalan dua tahun,” ungkapnya.
Menurut Fansuri, pemilik lahan telah menyerahkan uang sebesar Rp1,35 miliar sesuai permintaan kedua terlapor untuk mengurus legalitas tanah.
Namun, hingga kini, tidak ada kepastian hukum atas tanah tersebut.
“Tak hanya itu, sebelumnya kami juga malah digugat perdata oleh terlapor, tetapi gugatan tersebut kandas. Karena merasa dirugikan, kami akhirnya menempuh jalur pidana,” jelasnya.
Kasus ini bermula ketika pada 17 Oktober 2024, seorang pemilik lahan bernama Agustin Jumaidah resmi melaporkan RF dan N ke Polda Kalsel atas dugaan penipuan dan penggelapan.
Pelapor mengklaim telah membayar Rp1,35 miliar untuk pengurusan legalitas 58 sporadik menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), namun hingga kini tidak ada hasil.
Kuasa hukum pelapor, Dr. Fauzan Ramon, S.H., M.H., menegaskan bahwa pihaknya telah melayangkan dua kali somasi kepada pengacara terlapor.
Namun, pengacara terlapor justru menganggap permasalahan ini merupakan ranah hukum perdata, bukan pidana.
“Setelah mendapat respons seperti itu, klien kami akhirnya memutuskan untuk menempuh jalur pidana dan meminta keadilan,” tegas Fauzan.
Fauzan yang dijuluki sebagai "Hotman Paris"nya Kalimantan ini berharap penyelidikan dapat segera tuntas sehingga ada kejelasan hukum bagi kliennya.