Sementara jumlah personel KY terbatas. Itulah mengapa sebabnya, kata dia, diperlukan Kantor Penghubung KY di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Kalimantan Selatan.
Keberadaan penghubung KY, lanjut dia, adalah untuk memastikan terjaganya menjabat harkat dan martabat hakim. Tetapi, mengingat terbatasnya personel KY dan jejaring yang dimilikinya, KY juga melibatkan elemen masyarakat termasuk unsur lembaga negara lainnya untuk mengawasi para hakim.
"KY tidak hanya (bekerjasama) dengan elemen masyarakat, tetapi juga dengan lembaga-lembaga negara lain seperti kepolisian, kejaksaan, KPK dan yang lainnya," ujarnya.
Lebih lanjut, Mukti menuturkan, bahwa Hakim itu juga manusia, jadi sangat mungkin melakukan tindakan atau perilaku yang menyimpang dan melanggar etika sebagai hakim.
"Akan ada kemungkinan, akan ada potensi, bahwa hakim mungkin akan melakukan tindakan, mohon maaf ya para hakim yang mulia, ada yang melanggar etik, mungkin karena kecapekan atau faktor lainnya," imbuh dia.
Nah, kata dia, mungkin karena capek, atau karena pengacaranya ngeyel, tersangkanya ngeyel, ada hakim yang marah-marah. Padahal, menurut Mukti, sesuai dengan ketentuan hakim tidak boleh marah-marah.
"Hakim itu wakil tuhan" ujarnya.
Itu yang, dilakukan KY yaitu untuk menjaga marwah para hakim. Meskipun demikian, imbuh dia, KY bukanlah seperti KPK yang bertugas memberantas hakim.
Tapi, tugas KY adalah mengawasi perilaku dan melindungi para hakim agar tidak melenceng. Termasuk dari perbuatan yang merendahkan martabat hakim.
"Kemana-mana saya bolak balik menjelaskan, bahwa KY ini bukan komisi pemberantas hakim. Beda dengan KPK, komisi pemberantas koruptor," lanjut dia.