Pengkondisian tender seperti yang terjadi dalam kasus OTT KPK yang menyeret Paman Birin contoh dari korupsi sistemik, di mana pejabat publik, pengusaha, hingga pihak ketiga terlibat dalam manipulasi demi keuntungan pribadi.
Teori Korupsi Struktural dan Sosial
Sosiolog dan ekonom sering kali menghubungkan korupsi dengan teori Korupsi Struktural (Heidenheimer dan Johnston, 2001), yang menjelaskan bahwa perilaku korup terjadi ketika ada ketidakseimbangan kekuasaan dalam sistem, di mana pejabat yang memiliki otoritas lebih tinggi cenderung menggunakan kekuasaan tersebut untuk memperkaya diri atau kelompoknya.
Dalam hal ini, posisi gubernur dan pejabat tinggi lainnya menjadi aktor kunci yang menciptakan lingkungan korup dengan memanfaatkan kekuasaan dan kendali mereka terhadap proyek-proyek pengadaan di bawah naungan pemerintah daerah.
Selain itu, Teori Rasa Keadilan (justice theory) dari John Rawls (1991) relevan untuk menggambarkan bagaimana korupsi merusak kepercayaan publik.
Menurut teori ini, prinsip keadilan menuntut adanya pemerataan kesempatan dan transparansi dalam distribusi sumber daya.
Jadi, korupsi seperti yang terjadi dalam proyek pengadaan Kalimantan Selatan jelas mengabaikan prinsip ini, di mana hanya aktor-aktor tertentu yang mendapatkan akses untuk memenangkan tender melalui pengkondisian yang sudah diatur sejak awal.
Praktik Malu-Malu Korupsi
Dalam kasus ini, e-catalog yang dirancang untuk menciptakan efisiensi dan integritas justru menjadi alat bagi pejabat korup untuk mengatur jalannya proyek.
Mereka dengan sengaja menyusun persyaratan tender yang hanya bisa dipenuhi oleh pihak yang telah ditentukan sebelumnya, memastikan bahwa skema mereka tetap berjalan meski aturan telah berubah.