Sementara itu, Duta Besar Rashad Hussain, yang mewakili Kantor Kebebasan Beragama Internasional Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, menyampaikan bagaimana pendidikan HAM dan literasi keagamaan dapat menjadi pilar utama dalam menghadapi polarisasi global.
“Di dunia yang semakin terpecah, pendekatan ini membantu membangun jembatan di antara berbagai komunitas,” ungkap Rashad.
Nadine Maenza, Presiden International Religious Freedom (IRF) Secretariat, menyoroti pentingnya literasi keagamaan lintas budaya dalam mengatasi perpecahan dan memperkuat inklusivitas sosial.
Dia katakan, literasi menjadi alat untuk membangun kepercayaan dan kebersamaan di tengah kompleksitas dunia modern.
"Di tengah kompleksitas dunia modern, literasi ini menjadi alat untuk membangun kepercayaan dan kebersamaan," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Hj. Siti Ruhaini Dzuhayatin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengungkapkan bahwa supremasi hukum dan pemahaman lintas budaya adalah fondasi untuk memastikan kebebasan beragama.
"Harmoni dalam keberagaman hanya dapat dicapai ketika semua pihak memahami hak asasi manusia sebagai nilai universal," jelasnya.
Febby Cipta, aktivis muda yang turut hadir, menyoroti peran generasi muda dalam membangun toleransi dan harmoni sosial.
“Anak muda adalah generasi penerus yang memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keberagaman dan menciptakan perdamaian yang berkelanjutan,” ujarnya.
Webinar ini menjadi ruang diskusi strategis yang diharapkan mampu memupuk toleransi, memperkuat kohesi sosial, dan menciptakan masyarakat yang damai serta bebas dari kebencian.