Kritik terhadap Kebijakan Kenaikan Gaji
Organisasi guru seperti Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritik fokus kebijakan pada guru tersertifikasi.
Mereka menilai pemerintah seharusnya memberikan prioritas kepada guru honorer yang memiliki penghasilan jauh lebih rendah dan sering kali bekerja tanpa jaminan sosial atau akses kesehatan.
“Guru honorer yang seharusnya menjadi prioritas justru terpinggirkan. Kenaikan gaji melalui sertifikasi hanya menguntungkan segelintir guru, sementara mayoritas guru honorer tetap menghadapi tantangan kesejahteraan,” kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (03/12/2024).
Selain itu, pengamat pendidikan Ahmad Rizali mengungkapkan bahwa skema kenaikan gaji ini memerlukan kejelasan.
Apakah tambahan ini berupa tunjangan rutin, gaji tetap, atau insentif tahunan seperti gaji ke-13? Ketidakjelasan ini dikhawatirkan akan membingungkan para guru dan menciptakan ketimpangan baru.
Tantangan Sertifikasi Guru
Meskipun pemerintah berupaya meningkatkan jumlah guru yang tersertifikasi melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG), kendala besar masih ada.
Dengan jumlah guru ASN dan non-ASN mencapai 3,3 juta orang, terdapat 1,43 juta guru yang belum tersertifikasi.
Pemerintah menargetkan sertifikasi untuk 600.000 guru pada 2024 dan 800.000 guru pada 2025. Namun, dengan kapasitas PPG yang terbatas, diperkirakan butuh waktu hingga tujuh tahun agar seluruh guru mendapatkan sertifikasi.