Ia menilai bahwa seorang Wakil Presiden seharusnya memfokuskan diri pada perumusan kebijakan strategis yang berdampak luas, bukan pada pengelolaan teknis pengaduan masyarakat.
"Posisi wakil presiden adalah top manajemen dalam pemerintahan, yang idealnya lebih banyak memikirkan visi dan arah kebijakan, bukan terlibat dalam detail operasional," jelasnya.
Felia juga menambahkan bahwa mekanisme birokrasi yang ada seharusnya diperbaiki untuk memastikan pengaduan masyarakat dapat ditangani dengan baik oleh lembaga terkait.
Meski demikian, program ini juga mendapatkan apresiasi dari beberapa pihak. Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, memandang bahwa Lapor Mas Wapres adalah langkah yang mendekatkan pemerintah dengan masyarakat.
Ia menyebut program ini sebagai "jalan tol aspirasi" yang memungkinkan publik menyampaikan kritik dan saran dengan lebih mudah.
Menurutnya, langkah ini mampu mengurangi jarak antara pemerintah dan rakyat, meskipun masih ada tantangan dalam pelaksanaannya.
Menanggapi berbagai polemik yang muncul, pihak Istana akhirnya buka suara. Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, Prita Laura, menegaskan bahwa program ini bukanlah inisiatif pribadi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ia menjelaskan bahwa Lapor Mas Wapres merupakan bagian dari kebijakan pemerintah yang telah terintegrasi dengan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N Lapor).
Sistem ini memungkinkan pengaduan masyarakat diteruskan ke 96 lembaga dan 453 pemerintah daerah yang terkait.
“Ini bukan program Mas Wapres pribadi, tetapi bagian dari kebijakan pemerintah di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto,” ujar Prita dalam konferensi pers pada Kamis (14/11/2024).