Namun, berdasarkan keterangan Hanifah, dana tersebut tidak diterima utuh oleh siswa, melainkan mengalami pemotongan dengan nominal bervariasi.
Bahkan, angkatan Hanifah juga dikenai pungutan uang gedung hingga Rp 6,4 juta serta SPP Rp 200 ribu per bulan, meski sekolah negeri seharusnya tidak memungut biaya tersebut.
Saat berbicara dengan Dedi Mulyadi, Hanifah juga mengungkap adanya pungutan lain, seperti pembelian buku dan sumbangan masjid sebesar Rp 150 ribu yang seharusnya bersifat sukarela.
Pernyataan ini membuat Dedi Mulyadi terkejut, mengingat kebijakan pemerintah yang seharusnya menjamin pendidikan gratis di sekolah negeri.
Keberanian Hanifah membongkar dugaan pungli ini menuai perhatian luas.
Meski kasusnya viral, ia mengaku tidak takut berbicara demi keadilan bagi teman-temannya.
“Kalau saya tidak bersuara, adik-adik kelas saya akan terus mengalami hal yang sama. Awalnya saya ingin membahas SNBP, tapi masalah ini terus merambat ke yang lain,” ujarnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X Provinsi Jawa Barat, yang telah memeriksa sejumlah guru di SMAN 7 Kota Cirebon.
Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai siapa saja yang benar-benar terlibat dalam dugaan pemotongan dana tersebut.
Siapa sebenarnya yang bertanggung jawab dalam kasus ini? Publik menantikan kejelasan dan tindakan tegas agar hak siswa tidak lagi dirampas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.