Darurat Korupsi

Redaksi - Minggu, 8 Desember 2024 | 06:25 WIB

Post View : 23

ILUSTRASI: Darurat korupsi di Hari Anti Korupsi se Dunia. (BANUATERKINI/Metropolis.co.id).

Hari Anti Korupsi Sedunia sejatinya menjadi momentum untuk membangun narasi pemberantasan korupsi. Namun, apa gunanya narasi ini jika fakta di lapangan menunjukkan realitas yang bertolak belakang?

Kasus OTT ini memperlihatkan pola klasik yaitu uang politik menjadi katalis lingkaran setan korupsi. Dalam Pilkada serentak tahun ini, politik uang menjadi rahasia umum.

Para kandidat berlomba-lomba membeli suara demi merebut kursi kekuasaan. Uang dari praktik suap dan korupsi selama menjabat menjadi bahan bakar untuk siklus berikutnya.

Tidak peduli seberapa banyak Hari Anti Korupsi dirayakan, selagi politik uang menjadi norma, korupsi akan terus tumbuh subur.

Harapan atau Tragedi

Pilkada sejatinya merupakan panggung rakyat untuk memilih pemimpin yang bersih, visioner, dan berpihak pada kepentingan publik.

Namun, harapan ini berubah menjadi tragedi ketika kontestasi politik dirusak oleh praktik transaksional. Apa yang bisa diharapkan dari pemimpin yang, bahkan sebelum menjabat, telah terkontaminasi korupsi?

Fenomena ini mengingatkan kita pada teori "banjir korupsi" (corruption flood theory), yang menyatakan bahwa korupsi di tingkat elite memicu perilaku serupa di level bawah.

Ketika seorang gubernur, wali kota, dan pejabat daerah terlibat dalam suap dan gratifikasi, aparatur di bawahnya akan merasa mendapat "izin sosial" untuk melakukan hal yang sama.

Bahkan, lebih buruk lagi, Pilkada dengan politik uang menciptakan "utang politik" yang harus dibayar setelah kandidat terpilih.

Halaman:
Baca Juga :  Tahun Baru, Rajab, dan Pribadi Terbaik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev