Home » Opini

Ibu Bumi, Ibu Kehidupan

Banuaterkini.com - Sabtu, 24 Desember 2022 | 12:44 WIB

Post View : 38

Redaksi: 

Tulisan ini sudah pernah dimuat di laman hijauku.com dengan judul yang sama. Atas seijin penulisnya, redaksi menurunkan kembali tulisan ini, mengingat substansi yang ditulisnya tidak semata menyangkut persoalan kemanusiaan antara anak dengan seorang ibunya, tetapi lebih dari itu Swary Utami Dewi hendak menggugah kepedulian kita pada 'ibu dunia', ibu bumi, lingkungan dan alam sekitarnya, yang sebagian besar rusak karena ulah tangan-tangan manusia. 

Dalam perayaan Hari Ibu kali ini saya ingin menghubungkan Hari Ibu dengan cinta dan penghargaan terhadap Ibu Bumi.

Oleh: Swary Utami Dewi 

Hari ini 22 Desember. Sudah hampir pasti di Indonesia bertebaran ucapan mengungkapkan kasih sayang terhadap ibu. Ibu yang melahirkan dan membesarkan. Kasih ibu sepanjang masa. Ada juga yang sibuk bergiat dengan beberapa kegiatan perayaan khas “hari ibu”. Dominan yang muncul adalah lomba masak, berkebaya atau hal-hal yang mengembalikan perempuan dalam konteks domestik (domestifikasi): “masak, macak, manak”. Lebih mirip seperti “Mother’s Day” di luar sana.

Di lain sisi, akan ada pihak yang paham tentang sejarah lahirnya Hari Ibu, yang memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi lama sebelum Indonesia merdeka; Bahwa perayaan Hari Ibu sangat lekat dengan gerakan perjuangan kaum perempuan dalam merebut kemerdekaan dan memperjuangkan hak perempuan. Bahwa sejarah Hari Ibu berbeda dengan apa yang banyak diketahui selama ini.

Hari Ibu merujuk pada sejarah diadakannya Kongres Perempuan Indonesia pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres tersebut dihadiri oleh 30-an organisasi perempuan Jawa dan Sumatra. Perempuan harus bersatu untuk memajukan nasib perempuan dan perempuan menjadi komponen penting dalam memperjuangkan kemerdekaan. Jadi semangat Hari Ibu 22 Desember berbeda dengan Mother’s Day yang dirayakan setiap 10 Mei.

Tanpa bermaksud menambah kritik terhadap praktik cinta kasih kepada setiap ibu (yang bagi saya merupakan pejuang kehidupan sepanjang masa), dalam perayaan Hari Ibu kali ini saya ingin menghubungkan Hari Ibu dengan cinta dan penghargaan terhadap Ibu Bumi. Ibu Bumi tentu saja adalah satu-satunya bumi di mana setiap kehidupan dimungkinkan dan ada; Di mana kehidupan bisa berlanjut dan berkelanjutan.

Memori saya kembali suatu ketika saat saya berada di Kabupaten Jayapura, Papua, tahun 2016. Saat itu saya banyak berbincang dengan para mama, bapak dan orang adat di sana dan belajar konsep Tana Papua sebagai “ibu” yang menyusui dan menjaga manusia dan segala yang ada di dalamnya. Maka jika Tana Papua dirusak, maka sama artinya dengan mengacak-acak tubuh ibu yang kita cintai.

Halaman:

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev