Home » Opini

Kapur Kamper yang Hilang, Tanaman Endemik Kalimantan yang Disebut dalam Qur’an

Banuaterkini.com - Minggu, 18 September 2022 | 15:28 WIB

Post View : 78

Kapur barus sebagai produk asli nusantara. @MONGABAY.co.id/Naida.

Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur [barus] (QS 76:  Surah Al-Insan: 5).


Oleh: Sri Naida

Apa enak minuman yang bercampur kapur barus? Al-Qur’an menggunakan kata kâfûr, yang secara harfiah berarti kapur barus, atau sebutan lain kamper. Berdasarkan pendapat para ahli tafsir kâfûr adalah nama mata air di surga, yang airnya seputih, sewangi, dan sedingin kapur barus, tapi tidak rasa apalagi bahayanya, sebab Allah SWT menciptakan kapur barus di surga namun rasanya lezat, dan Allah menghilangkan semua bahayanya.

Di dunia, ternyata kapur kamper ini memiliki puluhan manfaat, selain kristal putih dari batangnya dan kayunya berkualitas tinggi dan memiliki harga ringgi. Namun sayang manusia sudah menghilangkan dan memusnahkan tanaman kapur barus/kamper ini, melalui penebangan pohon kamper dan perusakan habitatnya di hutan secara sengaja dan masif. Hingga azab menanti, manusia justru menggunakan kamper sintetik yang dapat merusak kesehatannya sendiri dan karena hutan rusak, maka banjir yang akan menenggelamkan mereka dan tanahnya.

Lima dari tujuh jenis pohon kapur kamper yang ada di Indonesia adalah tanaman endemik di Kalimantan, namun kondisinya kategori IUCN Redlist: hampir punah dan langka.

Pohon kapur kamper ini eksotik, bernilai tinggi dan endemik di Indonesia. Tanaman yang masuk dalam golongan tanaman meranti pada keluarga tanaman Dipterocarpaceae. Kapur ini menghasilkan produk khas nonkayu berupa kristal yang populer dengan sebutan kapur atau kamper, serta minyak kapur atau ombil.

Spesies ini juga menyebar ke jazirah atau semenanjung Malaya dan Kalimantan. Penyebarannya pada elevasi di bawah 400 meter di atas permukaan laut (mdpl). Di Sumatera, jenis ini banyak tersebar di sepanjang pantai barat, khususnya di daerah Subulussalam yaitu pada Ibu Kota Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam hingga ke Barus dan Kecamatan Natal di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

Jenis Dryobalanops aromatica Gaertn di sebut barus atau singkel, yang tumbuh di Pulau Sumatera, khususnya dari daerah Tapanuli Utara yang sangat terkenal di dunia, khususnya dari daerah Barus, hingga namanya menjadi Kapur Barus. Adapun jenis Dryobalanops beccarii tumbuh di Semenanjung Malaya, Serawak dan Brunei.

Sementara lima spesies lagi tanaman kapur endemik di Pulau Kalimantan, dari Genus Dryobalanops berdasarkan Klasidikasi Den Berger & Enderat (1925) yang berpembuluh kecil adalah yaitu Dryobalanops rappa  Becc. (Kapur kayat), Dryobalanops keithii Symington (kapur gumpait), sedangkan lainnya berpembuluh besar adalah Dryobalanops lanceolata Burck (Kapur tanduk), Dryobalanops oblongifolia Dyer (kapur keladan) dan Dryobalanops fusca V.Sl. (kapur empedu).

Semua masuk dalam keluarga Dipterocarpaceae, yang banyak di manfaatkan dari bagian dalam batang pohon berupa kristal atau minyak kapur. Hal yang sama di ungkapkan oleh Heyne, 1987, sedangkan menurut Tong Shaoquan & Tao Gouda (1990),  Dryobalanops memiliki 16 spesies[1].

Apakah orang Banjar masih mengenali Kapur Kamper sebagai tatamba atau komoditas kayu?

Kapur kamper sebagai tanaman yang tertulis di dalam Al Quran sudah masuk dalam kategori  daftar merah atau IUCN Redlist, dengan status critically endangered alias terancam punah lantaran kondisinya sangat kritis dan langka, demikian laporan Lembaga Konservasi Internasional atau IUCN (International Union for Conservation of Nature).

Beberapa nama pernah sangat terkenal berupa jenis-jenis kayu kapur kamper seperti Kamper Samarinda, Kamper Singkil, Kamper Kapur, dan Kamper Banjar. Kayu kamper walaupun yang terkenal berasal dari Sumatera, kayu kamper Samarinda justru dikenal kehalusannya. Kristil putih Kayu ini dijuluki kayu Rosewood-nya Indonesia karena memiliki warna dan corak yang indah dan eksotis.

Kamper Banjar terkenal dengan berbagai fungsi untuk tatamba atau pengobatan, terutama senyawa Borneol sangat bermanfaat sebagai biomedicine untuk mencegah pengentalan dan pembekuan darah (Duke, 2005). Ibnu Masawayh dalam Guillot (2002) menyebutkan bahwa kamper merupakan salah satu dari lima rempah wewangian dasar. Kelima rempah tersebut adalah kesturi, ambar abu - abu, kayu gaharu, kamper dan safran. Di Arab, hanya sulthan dan keluarganya yang memakai Kamfer sebagai parfum yang halal dan memberikan aromaterapi yang kuat dan misik.

Ada puluhan sebutan untuk kayu mahal ini, yaitu: Ampadu, Amplang, Awing Tanet, Bayau, Bindeneri, Belakan, Empedu, Kayatan, Keladan, Melampit, Kalampait, Kapur Kademba, Kapur Merah, Kapur Hitam, Keladan[2], Kayu Kademba, Kapur Naga, Kapur Tanduk, Kapur Tulang, Kayatan, Kapur Sintuk, Mengkayat, Mohoi, Muri, Serapan, Tulai dan Wahai.

Di Sumatera sendiri selain dikenal dengan nama Kapur atau Barus, Kaberun, Kamfer, Kuras[3] tanaman ini juga dikenal dengan nama Haburuan atau Kaberun. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama Borneo Camphor, Camphor Tree, Malay camphor atau Indonesian Kapur. 

Jokowi bersama PM Tiongkiok Li Keqiang menanam pohon Kamper Kalimantan. @Net.

Presiden Joko Widodo telah dua kali membuat simbolisasi penanaman Kamper yang asli endemik tanaman Kalimantan ini[4], pertama bersama Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang pada bulan Mei 2018 dan. Sedangkan pada bulan Juni melalu tayangan kembali di Kebun Raya Bogor, Presiden Jokowi mengajak Perdana Menteri Australia Anthony Albenase[5] untuk menanam pohon kamper atau yang memiliki nama latin Dryobalanops lanceolata.

Sinyal ini sangat jelas: Indonesia memiliki  Kamper yang sangat berkualitas, tapi China yang menanam masif dan menguasai perdagangannya, yaitu kamper dari Cina yang berasal dari jenis Cinnamomum champora dari tanaman keluarga Lauraceae, sedang di Indonesia masuk keluarga tanaman Diptorocarpaceae, yang mampu memberikan kualitasnya Kamper barus lebih premium. Begitu juga Australia sebagai tujuan perdagangan. Namun sayang pemerintah Kalimantan Selatan, seakan tak peduli pada emas kristal putih ini, padahal salah satu tanaman endemiknya.

Berdasarkan hasil penelitian autekologi kayu kapur (Dryobalanops lanceolata Burck) dilakukan di kawasan Hutan Lindung (HL) Kinarum Kabupaten Tabalong dan HL Tampaan yang ada di Kecamatan Upau dan kecamatan Halong di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Berdasarka hasil kesimpulan yang di kutip, Kayu kapur (Dryobalanops lanceolata) ditemukan sebanyak 27 individu di HL Kinarum dan 20 individu HL Tampaan.

INP jenis ini di HL Kinarum memiliki pola yang teratur pada tingkatan stratanya (satu semai, tiga pancang, lima tiang, 18 pohon), sedangkan di HL Tampaan tidak teratur (10 semai, dua pancang, tiga tiang, lima pohon). Pohon D. lanceolata paling dominan di HL Kinarum dengan INP 46,3%, sedangkan di HL Tampaan peringkat keempat (INP 21,3%). Volume tegakan D. lanceolata di HL Kinarum (2910,55 m3 /ha) lebih berpotensi dari pada di HL Tampaan (90,55 m3 /ha).

Nilai IS untuk tingkat pohon adalah 0,55 (17 jenis), tingkat tiang 0,18 (empat jenis), tingkat pancang 0,08 (tiga jenis) dan tingkat semai 0,10 (dua jenis). Artinya sangat sedikit sekali sisa jenis kapur ini. Perlu penelitian autekologi lebih lanjutan di beberapa lokasi penting di wilayah Kalsel.


Menurut data dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, kayu Dryobalanops lanceolata Burck memiliki sifat kelas kuat II-(I) dan kelas awet III yang dapat dimanfaatkan untuk membuat perahu, serta tiang konstruksi atap bangunan rumah. Kayu kamper juga memiliki nilai ekonomis lain yaitu sebagai bahan kapur barus dan getahnya juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan medis dan kosmetik serta bahan kapur barus. 

Cara pengambilan kristal kapur terbaik adalah dengan mengambil langsung dari batang pohon kapur yang keluar secara alami dari pori-pori kulitnya. Hingga cara terbaik mendapatkan kristal barus tidak dengan menebang pohon, cukup menyadap dari batang pohon. Hasilnya menunjukkan bahwa teknik pemanfaatan minyak Dryobalanops untuk kosmetik adalah melalui teknik formulasi lilin aromaterapi dan sabun antijerawat[6].

Formulasi lilin aromaterapi yang dibuat berupa parafin, stearin, odoran, pewarna minyak Dryobalanops dan nilam. Terdapat perbedaan yang sangat nyata tentang kesukaan sebelum lilin dibakar antar formulasi yang dibuat. Selain itu memiliki bahan aktif utama minyak kamper berupa borneol.

Hasilidentifikasi Pasaribu et al. (2014) D. lanceolata memiliki senyawa borneol sebanyak 0,37% sedangkan D. aromatica memiliki 0,21%. Borneol mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk kosmetik dan obat untuk mencegah pengentalan dan pembekuan darah (Duke 2005).

Sebenarnya Borneol atau (C10H18O) banyak tersebar di alam sebagai komponen minyak atsiri. Di bidang industri borneol murni bersama juga isoborneol digunakan sebagai bahan baku penyusun parfum dan bahan pengester. Borneol murni bersifat racun yang dapat mengakibatkan kekacauan mental.


Akhir-akhir ini Borneol asal Dryobalanops banyak dicari oleh periset, herbalist maupun pedagang.  Karena penggunaan Borneol dalam jumlah yang relatif sedikit saja sangat efektif untuk mencairkan darah beku pada kasus pembekuan darah/ penyumbatan pembuluh darah pada jantung maupun otak manusia (Dharmananda, 2003). saat ini minyak borneol juga menjadi anti kuman pada pembalut perempuan (bio panty) dan mengurangi kesakitan.

Namun dunia seakan jungkir balik, trend sejak abad ke-20, sejak langkanya kamper dari tumbuhan, saat ini telah jamak dijual kamper yang terbuat bahan sintetik atau senyawa kimia. Sedikitnya ada 2 zat kimia berbahaya terkandung di dalamnya, yaitu naftalen dan para-diclorobenzema.

Kamper sintetik dari bahan kimia untuk penghilang bau busuk, namun tetap sangat berbahaya bagi kesehatan.

Kamper sering digunakan untuk menghilangkan bau, mencegah jamur, mencegah kelembapan, sampai mengusir ngengat. Kamper yang diletakkan di dalam lemari pakaian, juga dapat membuat baju lebih awet dan tetap harum walau disimpan cukup lama. Kamper juga berfungsi menjaga aksesori tetap awet dari kerusakan. Alasannya murah dan mudah di dapatkan di pasaran.

Mengapa kapur barus kamper ini sangat penting dan tertulis dalam Al Qur’an bahkan sebagai campuran minuman?

 Jauh sebelum Islam yang diajarkan oleh Muhammad Rasulullah hadir yaitu pada abad ke-8 Masehi, dalam literatur di sebutkan kapur kamper sudah di gunakan sejak zaman Kerajaan Mesir yaitu rajanya Fir’aun pada tahun 3150 Sebelum Masehi, berguna untuk mengawetkan tubuh mati atau mayat, selain wangi yang khas juga kamper ini anti rayap.

Kapur kamper menjadi terkenal, terutama yang berasal dari dari wilayah Asia, terutama Kapur dari Baru, Tapanuli, Sumatera dan Kapur di Kalimantan. Dalam perjalanan Silk Road, pedagang China sejak abad ke-4 Masehi telah membawa ke benua Afrika, Asia dan Eropa, maka komoditas kapur ini menjadi primadona dan bernilai sangat tinggi. Hal ini berasal tulisan seorang dokter Yunani yang tinggal di Mesopotamia, bernama Actius (502-578 M).

Sementara itu, kronik Dinasti Liang (502-557) di Cina mengaitkan kamper dengan satu daerah yang nanti dikenal dengan Barus. Namun barus sendiri telah diyakini di bawa oleh orang Nusantara sendiri ke Afrika melalu pelayaran, sebab terkenal sebagai bangsa bahari yang sudah berlayar dengan kapal bercadik sejak 242 sebelum Masehi, apalagi terbukti adanya jejak Orang Borneo/Banjar/Dayak di Madagaskar, Afrika.

Istilah kamper sendiri berasal dari berbagai bahasa, namun di yakin, berdasar catatan tertua tentang Barus ditulis oleh Ptolomaeos, seorang filsur Alexandria abad pertama M. Jika benar bahwa Barus yang disebut Ptolomaeos adalah daerah penghasil kapur atau kamper, bisa dipastikan bahwa kapur (dari) Barus sudah dikenal setidaknya sejak abad pertama Masehi, bahkan di Afrika sana.

Selain itu terutama dari tulisan para ilmuwan Arab (Muslim) abad ke-8-9 M, diketahui bahwa kapur digunakan juga untuk obat-obatan dan wewangian. Ibnu Sina, misalnya, menguraikan secara rinci tentang bagaimana kapur barus digunakan sebagai obat dan wewangian, lengkap dengan cara menyuling kapur barus itu sendiri (Claude Guillot dkk., 2000). Uraian para ilmuwan Muslim ini tentu saja menunjukkan arti penting dan kegunaan kapur barus, yang membuatnya jadi barang komoditas paling dicari di dunia pada masa itu.

Sesudah Al Quran menyebut nama kapur barus, maka menjadi sesuatu yang istemwa dan kemewahan, bagi orang-orang di Timur Tengah. Tidaklah mengherankan kalau Al-Qur’an menggunakan istilah (kâfûr) tersebut untuk menggambarkan keistimewaan dan kemewahan minuman orang-orang shaleh di akhirat.

Di sini, Al-Qur’an tidak menggunakan istilah kâfûr dalam kegunaan praktisnya, melainkan dalam nilai simboliknya. Berkat kapur inilah, Barus jadi daerah terkenal, setidaknya sejak abad ke-4 dan terutama pada abad ke-7. Barus bahkan tetap terkenal hinggga beberapa abad kemudian ketika daerah itu merosot sebagai pusat niaga dunia, dan mungkin merosot pula sebagai daerah penghasil kapur.

Di akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17, ketika Barus mengalami kemunduran sebagai pusat niaga dunia, dan tampaknya kapur bukan lagi salah satu komuditas utama dunia, pujangga Hamzah Fansuri menyebut-nyebut kapur dan barus dalam beberapa syairnya: Hamzah Fansuri di dalam Makkah/ Mencari Tuhan di Bayt al-Ka’bah/ Dari Barus ke Qudus terlalu payah/ Akhirnya dapat di dalam rumah. Syair lain adalah: Hamzah Syahr Nawi terlalu hapus/ Seperti kayu sekalian hangus/ Asalnya laut tiada berharus/ Menjadi kapur di dalam Barus.

Guru besar antropologi kesehatan dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Rusmin Tumanggor, menuturkan kapur barus pun disebut dalam kitab suci Alquran surat Al-Insan ayat 5.

"Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang diminum oleh hamba-hamba Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya."

Hingga peneliti farmasi dari Prancis Nouha Stephan dalam artikel "Kamper dalam Sumber Arab dan Persia" yang menyebut istilah kafur juga terdapat dalam syair-syair yang dipercayai ditulis sebelum munculnya agama Islam.

Di sini kafur dibandingkan dengan minyak kasturi untuk melambangan kontras warna putih dan hitam. Kamper pun masuk dalam daftar obat-obatan peradaban Sassanid pada abad ke-6 M. Tercatat dalam buku tertua ilmu kedokteran yang ditulis dalam bahasa Persia abad ke-10 M, kamper digunakan untuk menghentikan mimisan dengan dicampur dengan air kurma hijau dan kemangi.

Begitu juga dengan buku-buku kedokteran berbahasa Arab menunjukkan kamper dipakai dokter-dokter terkenal dalam abad ke-9 dan 10 M. Dulu kala, menurut Marco Polo, saat itu harga jualnya setara dengan logam mulia. Namun kini pohon barus yang menghasilkan kamper sangat jarang ditemui.

Tak banyak orang yang tahu keberadaannya. "Sekarang yang masih ada itu sisa-sisa banyak yang habis karena pembalakan dan alih fungsi hutan," ujar peneliti dari Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli, Aswandi.

Persoalan sulitnya mendapat pohon kapur berusia tua yang mengandung minyak, kata Aswandi, dapat diatasi dengan mengekstrak minyak dari daun. "Tidak perlu pohonnya ditebang. Kalau bisa dihasilkan dari daun yang bisa bertumbuh sepanjang tahun, panennya bisa berkelanjutan.

Selain itu, panen minyak dari daun juga bisa lebih cepat dilakukan. Daun-daun bisa didapatkan dari pohon yang sudah berusia 5 (lima) tahun. Pohon kamper hilang karena banyaknya penebangan liar. Secara alami, pohon kapur tidak berbuah setiap tahun sehingga perbanyakannya harus menyesuaikan dengan waktu pohonnya berbunga dan berbuah.

Namun jika melihat sebaran alami dan sifatnya yang dominan, secara teori, meskipun kapur tidak berbuah setiap tahun namun dapat menjadi pohon dominan dan tersebar luas dalam suatu hamparan. Memang saat ini nilai jual kristal kamper dan minyak kapur sudah kalah oleh nilai jual kayunya sehingga produk nonkayunya menjadi kurang diminati, sedangkan kamper sintetis lebih mudah di dapat dan harga murah.

Di Singapura, satu botol kecil berisi 6 milimeter cairan aroma terapi dengan kandungan kamper alami bisa dijual sampai Rp500 ribu. Di pasar internasional, bentuk kristal dengan konsentrasi 98 persen bisa dijual sampai Rp100 juta

Sebagai kajian bioprospeksi, harusnya 5 jenis Kapur Kamper yang ada di Kalimantan harus jadi fokus untuk dapat di lestarikan. Selain memiliki nilai kedekatan budaya tanaman ini, juga memiliki nilai ekonomis tinggi. Harganya seperti emas.

Bahkan ada ditemukan Catatan transaksi dari pada tahun 1839 hingga 1844 masehi, tercatat China sudah mengimpor kamper dari Sumatera sedikitnya 400 kilogram. Sebenarnya China punya jenis pohon kapur sendiri. Namun mereka mengaku bahwa kapur asli Sumatera memiliki kualitas yang lebih baik dengan aroma yang lebih kuat.

Sebelum Kapur Kamper hanya tinggal nama di Kalimantan, padahal dalam Al Quran sudah di sebutkan. Kenapa orang Banjar tak lagi peduli pada tanaman para ahli surga? Bahkan di sebutkan dalam keindahan, kemewahan dan komoditi bernilai tinggi.

Kabupaten Balangan sudah melakukan autekologi untuk menemukenali lagi persemaian jenis Dryobalanops lanceolata Burck (Kapur tanduk), bahkan Presiden Jokowi pun sudah melakukannya di Istana dan Kebun Raya Bogor.

Demi Allah, penulis mengetuk hati, seluruh pelaku kebijakan, masyarakat, urang awam, urang sugih serta khusus kepada para alim ulama dan umara di Kalimantan Selatan khususnya serta Indonesia umumnya untuk melakukan aksi penyelamatan tanaman para ahli surga dan menyelamatkan manusia di dunia. Seperti peribahasa urang bahari yang artinya kesulitan yang diciptakan sendiri: Seperti cecak makan kapur.

Banjarmasin, 18 September 2022

Sri Naida, Alumni Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada, Koordinator Ambin Batang Sastra-Bio Kalsel. Komunikasi dan diskusi melalui e-mail: Sri_naida@yahoo.co.id

Referensi:

  1. Duke S.  2005.  Plants containing Borneol.  Phytochemical and Ethnobotanical Databases.  Institute for Traditional Medicine, Portland, Oregon.
  2. Simarangkir B.D.A.S, 2000. Analisis Riap Dryobalanops lanceolata Burck pada Lebar Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempake. Frontir Nomor 32. Kalimantan Timur.
  3. Gusmalina, et al, ANALISIS SENYAWA KIMIA Dryobalanops aromatica’, yang di publikasikan di Jurnal Penelitian Hasil Hutan http://forpro.org/index.php/detail/590/analisis-senyawa-kimia-kamper#.YyNYt0xBxdg

Catatan Kaki:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev