Hal ini menunjukkan bahwa publik mulai meragukan kredibilitas media sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya.
Jika kondisi ini terus berlanjut, maka pers akan kehilangan fungsinya sebagai penjaga demokrasi. Keadaan ini diperparah dengan maraknya hoaks dan disinformasi di media sosial yang sering kali lebih dipercaya dibandingkan berita dari media konvensional.
Dalam konteks ini, pers dituntut untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menyajikan berita agar dapat merebut kembali kepercayaan publik.
Membangun Pers yang Berintegritas
Menjaga integritas dan independensi pers bukan hanya tanggung jawab media itu sendiri, tetapi juga tanggung jawab seluruh ekosistem jurnalisme, termasuk pemerintah, organisasi pers, dan masyarakat.
Pertama, perusahaan media harus berkomitmen untuk tidak terkooptasi oleh kepentingan politik dan ekonomi.
Seperti yang diungkapkan oleh Schudson (2011, hlm. 89), "Media yang memiliki independensi redaksional yang kuat akan lebih mampu menjalankan fungsi kontrol sosial yang efektif terhadap pemerintah dan korporasi."
Kedua, jurnalis harus lebih berpegang teguh pada kode etik jurnalistik. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam kode etiknya menyatakan bahwa "Wartawan harus independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk" (PWI, 2020, hlm. 15).
Sayangnya, dalam praktiknya, masih banyak jurnalis yang tergoda oleh berbagai bentuk gratifikasi yang dapat mengganggu independensi pemberitaan.
Ketiga, masyarakat juga memiliki peran dalam mendorong media yang berintegritas. Konsumen berita harus lebih selektif dalam memilih sumber informasi dan lebih aktif dalam melakukan verifikasi terhadap berita yang diterima.