Home » Opini

Pilkada Serentak 2024 dan Demokrasi Lokal

Redaksi - Selasa, 20 Agustus 2024 | 18:49 WIB

Post View : 229

Ilustrasi Pilkada serentak 24 Nopember 2024. (BANUATERKINI/Detikcom).

Di tengah situasi adanya upaya borong Parpol terutama Parpol yang telah mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah) dan berpotensi juga melawan kotak kosong, hari ini 20 Agustus 2024 Mahkamah Konstitusi RI memutus Uji Material terhadap UU No. 10 Tahun 2016 dengan permohonan pemohon Nomor : 60/PUU/PAN.MK/AP3/2024 dan tercatat dalam buku registrasi perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dengan Nomor: 60/PUU/XXII/2024 pada tanggal 27 Juni 2024, yang telah diperbaiki dengan permohonan bertanggal 15 Juli 2024 dan diterima di Mahkamah pada tanggal 16 Juli 2024.

Oleh: Akhmad Gafuri, SH., M. Hum *)

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 kini memasuki tahap krusial, mengikuti jadwal yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 2 Tahun 2024. Dengan pendaftaran bakal pasangan calon yang akan dimulai pada akhir Agustus, proses demokrasi di tingkat lokal ini semakin menarik untuk diikuti, terutama setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang berpotensi mengubah peta politik lokal.

Tahapan dan Persiapan Pilkada Serentak

Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2016, tahapan Pilkada Serentak telah berjalan sesuai rencana, mulai dari penetapan bakal calon perseorangan hingga pemutakhiran data pemilih yang menghasilkan Daftar Pemilih Sementara (DPS). Tahapan berikutnya adalah pendaftaran bakal pasangan calon, yang akan berlangsung pada tanggal 27 hingga 29 Agustus 2024.

Proses ini merupakan implementasi dari peraturan yang telah ditetapkan, seperti yang tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015. Peraturan ini memberikan kerangka hukum yang kokoh untuk memastikan bahwa pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dapat berjalan dengan tertib dan transparan.

Putusan MK: Pengubah Permainan

Pada 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengeluarkan putusan yang berpotensi mengubah dinamika politik lokal. Salah satu poin krusial dalam putusan tersebut adalah dinyatakannya Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada sebagai inkonstitusional. Sebelumnya, pasal ini mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon berdasarkan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

MK juga melakukan perubahan signifikan pada Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada. Pasal yang telah diubah ini memberikan ketentuan baru terkait persyaratan partai politik atau gabungan partai politik untuk mendaftarkan pasangan calon berdasarkan jumlah penduduk yang tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Berikut adalah rincian perubahan tersebut:

Halaman:
Baca Juga :  Tahun Baru Islam, Pemimpin, dan Persatuan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev