Brain Rot, Literasi Digital, dan Tantangan Keberagamaan di Era Digital

Redaksi - Selasa, 25 Maret 2025 | 21:40 WIB

Post View : 30

ILUSTRASI: Terjebak dalam dunia digital, kita dikelilingi informasi instan yang menghipnotis, namun semakin jauh dari pemahaman mendalam dan refleksi nyata. (BANUATERKINI @2025)

Di era digital, arus informasi mengalir begitu deras, sering kali tanpa filter yang memadai. Istilah brain rot kini muncul sebagai fenomena di mana konsumsi informasi instan membuat pemahaman menjadi dangkal dan serba cepat, termasuk dalam konteks keagamaan. Dalam sebuah diskusi lintas agama bertema "Brain Rot dan Tantangan Agama di Ruang Digital", Najmi Fuady mengupas bagaimana kebiasaan doomscrolling dan zombie scrolling memengaruhi cara kita memahami spiritualitas. Tulisan ini mengajak kita untuk lebih kritis dalam memilah informasi keagamaan, menyeimbangkan konsumsi digital, serta memperdalam refleksi agar tidak terjebak dalam pemahaman yang sepotong-sepotong. 


Oleh: Najmi Fuady *)

Senin, 24 Maret 2025, saya berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam dialog dan buka puasa bersama lintas agama dengan tema “Brain Rot dan Tantangan Agama di Ruang Digital”. Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Gusdurian Banjarmasin, dan Keuskupan Banjarmasin.

Awalnya, saya mengira diskusi ini akan berlangsung sepi, mengingat istilah brain rot mungkin masih asing bagi sebagian orang. Namun, dugaan saya keliru. Ternyata, peserta begitu antusias sejak awal hingga akhir. Rupanya, fenomena ini sangat relevan dengan pengalaman kita sehari-hari dalam menghadapi derasnya arus informasi digital.

Sebagai narasumber, saya diminta untuk mengulasnya dari persfektif yang saya tekuni yakni sains informasi. Saya mulai dengan menceritakan fenomena di era digital zaman now, yang mana kita sering kali terjebak dalam kebiasaan scrolling tanpa henti dan tanpa tujuan (zombie scrolling), serta mengonsumsi konten instan, cepat, dan menghibur—tetapi sering kali dangkal bahkan negatif (doomscrolling).

Fenomena zombie scrolling menjadi seolah menjadi fakta yang lumrah dewasa ini. (BANUATERKINI @2025)

Dalam konteks spiritual, kita terbiasa mendapatkan ceramah agama dalam bentuk video satu menit, potongan ayat atau hadis yang tersebar di media sosial, tanpa mempertanyakan konteksnya. Apakah ini benar? Apakah ini utuh? Atau hanya sekadar konten yang dirancang untuk viral?

Inilah yang disebut sebagai brain rot—sebuah kondisi di mana pola pikir kita menjadi instan, kehilangan kedalaman, dan semakin sulit untuk fokus pada bacaan atau diskusi yang lebih mendalam. Diskusi ini semakin menyadarkan saya bahwa tantangan kita bukan hanya soal bagaimana mengakses informasi, tetapi bagaimana memilah dan memahami informasi dengan bijak.

Dalam diskusi tadi, muncul pertanyaan reflektif: Apakah kita benar-benar memahami agama dan nilai spiritualitas secara utuh, ataukah kita hanya sekadar mengonsumsi informasi yang cocok dengan selera dan algoritma media sosial?

Dari pertanyaan reflektif tadi, saya menyampaikan beberapa tantangan utama yang kita hadapi kepada teman-teman:

Pertama, menurunnya pemahaman keagamaan yang mendalam. Kita lebih menyenangi membaca kutipan singkat dibandingkan menelaah kitab suci secara utuh. Akibatnya, pemahaman agama menjadi sepotong-sepotong dan rentan terhadap misinterpretasi.

Halaman:
Baca Juga :  Koordinator BEM se Kalsel: Kebijakan Walikota Ibnu Sina Banyak yang Kontroversi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev