Suasana di lapangan sangat tegang, dengan massa yang meneriakkan yel-yel seperti "Garuda Biru, bangkitkan rakyat!" dan "Suara kami, suara Tuhan!" Massa yang hadir tidak hanya berasal dari kelompok politik tertentu, tetapi juga dari berbagai kalangan masyarakat yang merasa bahwa demokrasi sedang terancam.
Aksi demonstrasi ini semakin memanas setelah aparat kepolisian memasang barikade setelah Gerbang Pancasila di belakang kompleks Gedung MPR/DPR/DPD RI roboh oleh massa aksi mahasiswa.
Mahasiswa yang terlibat dalam unjuk rasa menggunakan tali untuk merobohkan pagar besi tersebut, lalu melanjutkan aksi dengan membakar sampah botol plastik dan berorasi sambil menyanyikan lagu-lagu kebangsaan Indonesia.
Polisi, yang terdiri dari personel Sabhara dan Brigade Mobil (Brimob), menahan barikade sebagai antisipasi agar mahasiswa tidak masuk ke kompleks parlemen.
Rapat Paripurna Ke-3 DPR RI yang dijadwalkan untuk pagi hari Kamis tersebut batal digelar dan dijadwal ulang karena jumlah peserta rapat tidak memenuhi kuorum.
Pro dan kontra mengenai RUU Pilkada mencuat karena dinilai dibahas secara singkat pada hari Rabu (21/08/2024) oleh Badan Legislasi DPR RI, yang tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat pencalonan pada pilkada.
Sebagai langkah antisipasi, polisi telah menyiapkan sebanyak 2.975 personel untuk mengamankan unjuk rasa di dua kawasan tersebut, yakni Gedung MK dan MPR/DPR RI.
Jumlah personel tersebut terdiri dari satuan tugas daerah (satgasda) sebanyak 1.881 personel, satuan tugas resor (satgasres) sebanyak 210 personel, serta bawah kendali operasi (BKO) TNI dan pemerintah daerah sebanyak 884 personel.
Dengan simbol "Garuda Biru" dan gelombang demonstrasi yang intens, Indonesia seolah tengah memanggil seluruh rakyatnya untuk bersatu mempertahankan hak-hak mereka dan menjaga keutuhan bangsa. Ini bukan hanya tentang undang-undang, tetapi tentang masa depan demokrasi dan negara ini.
Hingga berita ini diturunkan, ribuan massa masih terkonsentrasi di jalan arteri dan kawasan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Tujuan massa cuma satu, DPR tak boleh kangkangi putusan MK yang memberi ruang bagi kontestasi politik di daerah yang sehat.