Akhirnya, Mantan Kadis EDSM Tanah Bumbu Diganjar 2 Tahun Subsider 4 Bulan Kurungan

Banuaterkini.com - Rabu, 22 Juni 2022 | 19:12 WIB

Post View : 4


Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Yusransyah (Ketua), Ahmad Gawi dan Arif Winarno (Anggota) membacakan amar putusan terhadap terdakwa Dwidjono Putrohadi Sutopo. 

Reporter: Misbad  Editor: Ghazali R/M/DQ

Gonjang-ganjing mengenai dugaan korupsi yang melibatkan mantan Kepada Dinas (Kadis) Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) berakhir. Dwidjono Putrohadi Sutopo akhirnya mendapatkan ganjaran hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Banjarmasin, Banuaterkini.com - Hakin Pengadilan Tipikor Banjarmasin akhirnya menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada mantan Kadis ESDM Kabupaten Tanbu, Kaslel, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.

"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sebagaimana dakwaan pertama kesatu dan dakwaan primer," ujar Hakim Ketua, Yusransyah saat membacakan amar putusan, Rabu (22/06/22).

Sidang yang dimulai pada pukul 09.45 wita dengan agenda pembacaan putusan itu, juga mengganjar hukuman kepada terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp500 juta atau subsider kurungan 4 bulan.

Dwidjono dinyatakan terbukti terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi PT BanguN karya Pratama Lestari (PT BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) di Kabupaten Tabu.

Dia diputus melanggar Pasal 12 a Undang-undang tentang Pemberantasan Korupsi, serta Pasal 3 tentang Pencegagan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Majelis hakum menyebutkan bahwa yang bersangkutan terbuksi secara sah dan meyakinkan telah menerima suap dari Endri Soetio (alm) dalam pengurusan izin pertambangan di daerah tersebut. 

Meskipun demikian, amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua dan dua orang Hakim Anggota, masing-masing Ahmad Gawi dan Arif Winarno itu, membebaskan terdakwa dari kewajiban membayar uang pengganti. Putusan juga menyebutkan hukuman yang akan dijalani terdakwa dikurangi masa tahanan sejak 2 September 2021 tahun lalu. 

Keputusan Majelis Hakum Pengadilan Tipikor Banjarmasin jauh lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut terdakwa dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda 1,3 miliar.


Kuasa Hukum Terdakwa, Lucky Omega Hasan, memberikan keterangan seusai sidang kepada wartawan.

Pertimbangan majelis hakim yang meringankan terdakwa adalah karena terdakwa Dwidjono bersikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Sidang yang diikuti terdakwa Dwjidjono secara online dari Lapas Kelas II Banjarmasin didampingi kuasa hukum.

Kuasa hukum terdakwa, Lucky Omega Hasan, seudai persidangan menyampaikan apresiasi terhadap putusan hakim dan masih menyatakan apakah mengajukan banding atau tidak.

"Sementara terkait pengajuan banding, kami masih pikir-pikir," ujar Lucky yang menemuinya seusai sidang.

Terdakwa Sebut Mardani Juga Terima Suap

Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalsel, Senin (13/06/22), terdakwa Dwidjono membacakan pembelaan atau pledoi. 

Dikutip dari inilah.com, saat membacakan nota pembelaan probadi atau pledoi berjudul ‘Dipaksa Salah Berujung Musibah’, Dwidjono bikin heboh. Sebab, Dwidjono menyebut mendapat tugas sebagai Kepala Dinas (Kadis) ESDM Tanah Bumbu sejak Januari 2011 hingga 2015. Pada 2012, Kabupaten Tanah bumbu ditetapkan sebagai satu-satunya kabupaten yang tidak memiliki tunggakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tak main-main penghargaan itu diberikan oleh KPK.

Selanjutnya, dia membeberkan sejumlah dugaan korupsi terkait suap perpanjangan dan penerbitan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan (SK-IUP). Dwidjono merupakan terdakwa dalam kasus korupsi peralihan IUP PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).

Berikut kasus yang diungkap Dwidjono, menyeret Mardani H Maming yang saat ini masih menjabat Ketum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).

Pertama, perpanjangan Perpanjangan IUP PT Usaha Bratama Jesindo (PT UBJ). Dwidjono mengaku pernah menemani pemilik PT UBJ untuk bersua Bupati Mardani H Maming.

“Pada saat itu saya juga membawa draft Surat Keputusan yang akan ditandatangani oleh Bupati. Ketika saya menyerahkan SK untuk ditandatangani, Bupati menaruhnya di atas meja dan seperti tidak ada gerakan menandatanganinya,” kata Dwidjono.

“Kemudian saya menyampaikan, jika di dalam bagasi mobil pemilik perusahaan tersebut, ada uang sebanyak 1 meter atau Rp 1 miliar.” kata dia.

Mendengar ada uang Rp1 miliar, lanjut Dwidjono, Mardani H Maming langsung menyuruh ajudannya mengecek dan mengambil uang tersebut. Setelah mendapat jawaban dari ajudan jika barang sudah diterima, Mardani yang menjabat Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan itu, langsung meneken draft SK yang diajukan Dwidjono.

Kedua, aliran duit suap PT BMPE senilai Rp51,3 miliar. Dwidjono membeberkan aliran dana kepada Mardani H Maming dari PT Borneo Mandiri Prima Energy (PT BMPE). Aliran dana itu dilakukan ke perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan keluarga Mardani H Maming.

Dwidjono menyatakan, Mardani H Maming menerima aliran dana melalui PT Toudano Mandiri Abadi (TMA) Rp25.000/MT batu bara, PT Bina Indo Raya (BIR) Rp75.000/MT batu bara, PT Rizki Batulicin Transport (RBT) Rp25.000/MT batu bara, dan kepada PT Duo Kota Laut (Dakola) Rp50.000/MT batu bara.

“Jadi total keseluruhan perusahaan ini mendapat sebesar Rp171.000/MT dari total produksi PT BMPE lebih dari 400.000 MT, dan yang masuk ke perusahan tersebut sekitar 300.000 MT dari total produksi PTBMPE lebih dari 400.000 MT. Jadi total uang yang telah diterima kurang lebih sebesar Rp51.300.000.000,” ucap Dwidjono.

Ketiga, penerbitan kilat IUP sejumlah perusahaan milik keluarga. Dwidjono juga membongkar penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru yang dimiliki keluarga Mardani H Maming, seperti IUP PT Anugrah Putra Borneo (PT APB) dan PT Suryangjati. IUP PT Suryangjati sekarang dijual dan berganti nama jadi PT Global Borneo Resource.

Dikatakan Dwidjono, penerbitan IUP baru dengan mempergunakan kode wilayah dari IUP yang sudah mati atau habis masa berlakunya, ini semua atas perintah dan paksaan dari Mardani yang kini juga menjabat sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

“Khusus PT Suryangjati ini diterbitkan dalam waktu satu hari selesai. Berkas IUP yang tidak ditandatangani Bupati, disuruh ditinggalkan di kediaman Bupati,” ujar Dwidjono.

Dwidjono berkata bahwa apa yang ia lakukan benar-benar di luar kendali dan keleluasaan untuk bertindak, akibat adanya paksaan dari pimpinan. Terdakwa Dwidjono berharap putusan vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim nantinya memberi keadilan sejati.

Perkara yang menjerat terdakwa Dwidjono bermula dari terbitnya Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) pada Mei 2011.

Padahal, kata Dwidjono, peralihan IUP tidak dibolehkan, karena menabrak ketentuan pasal 93 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Dwidjono mengaku diperintah Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, untuk membantu peralihan IUP dari PT BKPL kepada PT PCN. Dwidjono dikenalkan kepada Henry Seotio selaku Dirut PT PCN oleh Mardani Maming di Jakarta. Selain itu, Dwidjono berkata Bupati Mardani H Maming menandatangani lebih dahulu SK peralihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN, lalu paraf menyusul setelahnya.

Kejaksaan Agung menetapkan Dwidjono Putrohadi Sutopo sebagai terdakwa atas dugaan suap yang disamarkan dalam bentuk hutang dari PT PCN senilai Rp 27,6 miliar. Dwidjono juga sebagai pemilik PT Borneo Mandiri Prima Energi (BMPE), dengan Direktur Utama Bambang Budiono dan Komisaris Sugiarti.

Uang sebanyak itu terdiri dari Rp13,6 miliar di dalam tabungan Bank Mandiri atas nama Yudi Aron, dan transfer ke rekening perusahaan PT BMPE Rp14 miliar atas penjualan batu bara ke PT PCN.

Selain untuk modal kerja PT BMPE sebagai kontraktor tambang batu bara, sebagian uang suap itu dibelikan aset tanah, rumah, mobil, dan memenuhi kebutuhan hidup. Dwidjono juga mengirimi uang ke istri mudanya, Artika, senilai Rp20-50 juta setiap bulan.

Dalam persidangan, Dwidjono menyatakan bahwa uang tersebut merupakan utang-piutang yang telah dia selesaikan dengan PT PCN. Direktur Utama PT PCN, Christian Soetio pun membenarkannya dalam kesaksian di persidangan.

Christian bahkan menyatakan ada aliran dana kepada perusahaan yang terafiliasi dengan keluarga Mardani senilai Rp 89 miliar.

Mardani H Maming telah membantah keterangan Dwidjono dan Christian soal keterlibatannya dalam pengalihan IUP PT BKPL ke PT PCN. Dia menyatakan menandatangani SK tersebut lantaran merasa semuanya sudah diperiksa oleh Dwidjono. Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu juga menyebut aliran dana dari PT PCN ke perusahaan keluarganya murni sebagai hubungan bisnis. (Berbagai Sumber).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev