Dia juga menyinggung mengenai beberapa hal penting yang menjadi perkembangan baru dan diatur dalam UU KUHP ini, diantaranya adalah penerapan asas legalitas materiil dan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).
"Termasuk juga soal doktrin ultimum remedium keadilan restoratif dan penerapan diversi, pergeseran menjadi aliran neo-klasik (memperhatikan faktor subyektif dan obyektif), perluasan subyek hukum pidana (termasuk Korporasi), penerapan asas pertanggungjawaban mutlak dan pengganti, pengaturan jenis pidana pokok baru (pengawasan dan kerja sosial) dan Penerapan Pidana Mati Bersyarat," ujar dia.
Bambang juga menyebutkan UU KUHP yang baru mencakup beberapa penyesuaian berbagai tindak pidana yang telah diatur di luar KUHP seperti Tindak Pidana Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden,
]Tindak Pidana terhadap Pemerintah dan Tindak Pidana terhadap Kekuasaan Pemerintah, contempt of court atau tindak pidana terhadap proses peradilan, tindak pidana kesusilaan, dan tindak pidana khusus,” tutur Bambang Pacul.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menjelaskan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif.
Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik. RUU KUHP sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia.
"Pemerintah dan DPR mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam momen bersejarah ini," ujar Yasonna.
Meskipun DPR dan Pemerintah menyatakan bahwa UU KUHAP sudah mengakomodir berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat, di luar gedung DPR saat rapat paripurna berlangsung dan di berbagai daerah, sejumlah aktivis dari Badan Eksekutif Mahasiswa, lembaga bantuan hukum dan kalangan jurnalis menyatakan penolakan pengesahan RUU KUHAP menjadi UU KUHP.