Hasil investigasi kementerian berujung pada pembatalan SK sebelas guru besar di Fakultas Hukum, termasuk Dekan, Prof Achmad Faisal.
Skandal ini juga menarik perhatian media nasional, di mana Tempo lebih menyoroti nama-nama politisi ketimbang guru besar ULM.
Pemeriksaan terhadap 20 guru besar dan dua calon guru besar di berbagai fakultas ini menunjukkan potensi meluasnya skandal.
"Kami memprediksi bukan hanya 20, tapi bisa mencapai 50 guru besar yang bakal dipanggil dan diperiksa. Penyelidikan 11 guru besar FH itu seperti membuka kotak pandora," kata sumber internal yang tak ingin diungkap jati dirinya.
Ekses terdekat adalah penurunan akreditasi yang bakal berdampak ke mahasiswa.
"Akreditasi ULM bakal turun dari A ke B. Saya berani jamin," jawabnya
Namun prediksi dia meleset. Seminggu kemudian, dalam surat nomor 1582/BAN-PT/LL/2024 yang terbit tanggal 20 September 2024 dan diteken Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT, Prof Ari Purbayanto, disampaikan hasil surveilen atas ULM. Isinya, menurunkan akreditasi ULM dari unggul (A) ke peringkat baik (C).
“Kampus kami sedang berduka,” ungkap seorang dosen terkait penurunan status akreditasi.
Sumber lain dari Fakultas Hukum menyatakan bahwa masalah utama bukanlah jurnal predator, melainkan pelanggaran prosedur administrasi promosi guru besar.
Ketua Senat ULM, Prof Hadin Muhjad, mengonfirmasi bahwa tanda tangan digitalnya digunakan tanpa pengetahuannya dalam proses pengusulan calon guru besar.