Bajakah Kait-kait: Kinuman Kesehatan Para Raja-Ratu Urang Banua

Banuaterkini.com - Minggu, 4 September 2022 | 23:20 WIB

Post View : 1411

Studi ini menguji sitotoksisitas antikanker payudara ekstrak akar dari keempat bajakah tersebut. secara in vitro terhadap sel T47D dengan pembanding tamoksifen. Berdasarkan skstrak etanol bajakah merupakan yang paling toksik dibandingkan dengan yang lainnya sehingga untuk perbaikan nilai IC50 dilakukan ekstraksi reflux menggunakan etanol 96% pada keempat akar bajakah. Hasil menunjukkan nilai IC50 bajakah kalalawit, tampala, longkur, dan jari lima yang membaik yaitu berturut-turut adalah 407; 708; 881; dan 1.096 µg/mL (R2 = 0,9717; 0,952; 0,9367; 0,9369). Keempat ekstrak bajakah mengandung zat aktif antikanker payudara (mengingat nilai R2 uji sitotoksisitas > 0,93).

Bajakah itu Halal.

Secara umum kandungan senyawa flavonoids, tannins, and saponins. Bahkan kampus Universitas Gadjah Mada sudah melakukan penelitian temasuk bahan yang halal untuk di gunakan dalam pengobatan kanker payudara, kanker servik dan kandung kemih[4]. Artinya semua uji pada jenis bajakah adalah bahan atau senyawa yang halal untuk di gunakan.

Bajakah tampala atau Spatholobus Hassk

Upaya etnobioprospeksi

Tatamba Urang Banjar ini masih terpelihara, akan tetapi masalah terbesar adalah budidaya yang sangat sulit. Tersebab tanaman bajakah adalah tanaman liana yang merambat pada tanaman kayu atau pohon-pohon besar seperti meranti. Padahal degradasi hutan dalam dua puluh tahun ini di Kalsel sudah mencapai angka sanga besar bahkan di sinyalir sudah tak ada lagi hutan lebat di Kalsel.

Hanya berupa hutan-hutanan, itupun sudah lebih banyak jadi milik warga atau desa.  Bajakah kait-kait ini juga sebagai indikator akan tingginya biodiversiti di hutan-hutan Kalsel. Saat ini mulai di tanam di Kebun Raya Banua di Banjarbaru. Kita berharap budidayanya bisa berhasil dan jadi percontohan.

Tanaman ini diyakini masih bisa di dapati di Pegunungan Meratus di Loksado, Hantakan dan Halong. Sedangkan di Tabalong juga terdapat di  Kecamatan Muara Uya, di dekat Gunung Sialing, Kabupaten Tabalong, bahkan masih terdapat di hutan-hutan Kelumpang Hulu, Pulau Kota Baru. Tidak ada yang pernah melakukan riset baik jumlah, nilai penting, kerapatan maupun frekuensi bajakah kait-kait ini di Kalsel.

Dalam konteks biopropeksi, Yayasan Kehati, 2020, menyebutkan bahwa diketahui bahwa dari 25.000 jenis tumbuhan yang ada di ekosistem Indonesia, baru 30% saja telah diketahui memiliki manfaat pengobatan, sedangkan hanya 4% yang sudah dibudidayakan. Menurut KMNLH (2014 dalam Gunawan dan Mukhlisi, 2014), jumlah tumbuhan obat di Indonesia mencapai 7.500 jenis atau sekitar 10% dari tumbuhan obat yang ada di dunia.

Tingginya potensi tersebut menyebabkan banyak industri farmasi dari negara maju memiliki minat untuk melakukan eksplorasi lebih jauh guna mencari sumber obat baru. KMNLH (2014) mencatat bahwa potensi nilai farmakokimia dari tumbuhan obat yang ada di Indonesia mencapai hingga 14,6 milyar USD, atau lebih dari 150 trilyun rupiah. Bangsa ini akan terus merugi apabila tak segera memanfaatkan kekayaan alam.

Atau perlukah kita mengirim mantra bersama-sama? Pada orang-orang perusak hutan Prasejarah di Kalimantan, menebang meranti dan  menghancurkan ratusan jenis bajakah agar menjadi hantu? Supaya mereka jadi hantu, lalu kita hela dan pesuruh penjaga hutan dan menjauhkan penyakit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Berita Terkini

BANNER 728 X 90-rev