Jawaban dari setiap pertanyaan yang saya ajukan itu terlalu banyak yang terasa janggal. Saya mengenal Juwita sebagai gadis energik, penuh semangat, dan tak pernah terdengar sakit.
Dia bahkan tengah menyiapkan masa depan, termasuk rencana pernikahannya dalam waktu dekat. Namun, sekarang semua tinggal kenangan.
Berusaha merajut setiap kisah yang saya dapatkan, tetapi tetap saja keingintahuan saya dengan penyebab kematian Juwita semakin besar.
Kenangan tentang Juwita
Di kelas, Juwita cukup menonjol secara akademik, dan ini yang membuat saya selalu salut dengan kegigihannya.
Selain kuliah, gadis cantik 25 tahun ini juga mengasah terus kemampuannya di dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan di salah satu media online.
Pernah suatu kali, dia menghubungi saya, meminta izin untuk datang terlambat ke kelas karena ada liputan di Kantor Wali Kota Banjarbaru. Dia menyertakan bukti tugas jurnalistiknya, menandakan betapa seriusnya ia dengan pekerjaannya.
"Juwita itu ingin terus belajar Pak bagaimana menjadi wartawan yang baik," ujar Juwita satu ketika.
Saat pertemuan terakhir kami di kantin kampus, saya dan mahasiswa lainnya sempat mengabadikan momen itu dalam sebuah foto.
Dalam beberapa foto tersebut, Juwita tampak mengarahkan pandangan ke sudut lain, seakan ada sesuatu yang dipikirkannya. Entahlah mungkin itu hanya firasat saja.
Kini, saat memandangi kembali foto-foto kenangan itu, dada saya terasa sesak. Tak pernah terpikirkan bahwa itu akan menjadi kenangan terakhir.