"Awalnya, kami hanya sering berdiri bersebelahan setiap pagi. Lama-lama, kami mulai berbincang, saling bercerita tentang kehidupan dan keluarga.
Sekarang, kami selalu berangkat dan pulang bersama, berbagi cerita dan tawa di tengah perjalanan yang melelahkan," ungkapnya dengan senyum.
Namun, perjalanan menggunakan kereta di Jakarta juga tak lepas dari suka duka. Terkadang, kereta yang tertunda atau gangguan teknis membuat perjalanan yang seharusnya singkat menjadi panjang dan melelahkan.
Apalagi, saat hujan turun deras, genangan air dan kemacetan sering kali memperburuk situasi. Tetapi, di sinilah daya tahan para pekerja Jakarta diuji. Mereka harus tetap tabah dan sabar, meski penat mendera.
Ada pula kisah Indra, seorang pekerja kantoran di daerah Thamrin, yang hampir setiap hari harus bergulat dengan padatnya MRT di jam-jam sibuk.
"Kadang rasanya ingin menyerah, tapi saya selalu ingat keluarga di rumah yang menunggu saya. Setiap kali melihat mereka, semua rasa lelah seakan hilang," ceritanya.
Dalam perjalanan pulang, suasana sedikit berbeda. Meskipun masih penuh sesak, para penumpang tampak lebih santai, mencoba melepas penat setelah seharian bekerja.
Ada yang tertidur, ada yang sibuk dengan ponsel, dan ada juga yang asyik berbincang dengan teman sebelahnya. Rasa lelah dan kantuk tidak menghalangi semangat mereka untuk pulang, kembali ke pelukan keluarga.
Bagi mereka, kereta api bukan sekadar alat transportasi. Di atas rel-rel baja itu, mereka menyulam cerita, membangun hubungan, dan menemukan kekuatan untuk terus berjuang.
Setiap perjalanan adalah pengingat betapa kuatnya mereka, para pekerja yang tanpa henti meniti kehidupan di Jakarta. Mereka adalah potret nyata dari ketangguhan, solidaritas, dan semangat yang tak pernah padam, meski hari-hari penuh tantangan terus mereka hadapi.