Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengungkapkan bahwa modus yang digunakan dalam kasus ini melibatkan rekayasa pengadaan dengan cara membocorkan informasi harga perkiraan sendiri (HPS) dan syarat kualifikasi perusahaan agar hanya perusahaan milik Sugeng Wahyudi yang memenuhi kriteria.
Bahkan, proyek-proyek tersebut disebut sudah mulai dikerjakan sebelum kontrak resmi diteken.
“Konsultan perencana yang terlibat ternyata terafiliasi dengan Sugeng Wahyudi, sehingga memudahkan rekayasa pengadaan agar perusahaan tersebut memenangkan kontrak,” jelas Ghufron.
“Ini adalah pelanggaran serius yang merusak integritas pengadaan proyek di lingkungan pemerintahan,” tegasnya.
Nasib Sisa Anggaran Proyek yang Dihentikan
Dengan pemutusan kontrak ini, sisa anggaran dari ketiga proyek tersebut akan dikembalikan ke kas daerah sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).
Menurut Andri, penggunaan dana sisa ini masih akan menunggu arahan dari Sekretaris Daerah Kalimantan Selatan, Roy Rizali Anwar, yang saat ini menjabat sebagai Pelaksana Harian Gubernur.
"Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Sekda terkait peruntukan dana SiLPA ini, apakah akan dialokasikan untuk proyek lain atau keperluan lainnya sesuai arahan," ujar Andri.
Pemutusan kontrak ini menunjukkan langkah tegas Pemprov Kalsel dalam merespons kasus korupsi yang telah mencoreng integritas pemerintahan.
Langkah ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik dan memberikan pesan kuat bahwa Pemprov Kalsel serius dalam menindak korupsi di lingkungannya.