Fadil juga mengutuk keras aksi tersebut yang dianggap merusak demokrasi dan ketertiban dalam proses pemilu.
Diketahui, popularitas pasangan "READY" terus meningkat, dan elektabilitas mereka yang semakin kuat tampaknya membuat sejumlah pihak merasa "kebakaran jenggot."
Dugaan bahwa lawan politik, termasuk petahana, mungkin terlibat dalam upaya untuk menghalangi dukungan warga semakin menguat.
Tindakan premanisme ini dianggap sebagai upaya untuk melemahkan dukungan yang terus bertambah bagi pasangan Rendi-Eddy.
Menurut sebuah sumber yang tidak mau disebutkan namanya, aksi premanisme ini mempertegas dugaan bahwa ada pihak-pihak yang merasa kehadiran pasangan "READY" di kontestasi politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Balikapapan.
Pakar Komunikasi politik Universitas Indonesia, MS Shiddiq, aksi premanisme itu dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, menunjukkan bahwa preferensi pemilih dan elektabilitas pasangan Rendi-Eddy cukup diperhitungkan dalam Pilkada Kota Balikapapan 2024.
"Pada saat bersamaan, bagi pasangan yang dicoba dihalang-halangi yaitu pasangan Rendi-Eddy justru mendapatkan simpati atau tambahan energi dari para pendukungnya akibat aksi premanisme ini," tegas Shiddiq.
Tapi, Shiddiq mengingatkan agar semua pihak menggunakan cara-cara yang sehat dan cerdas dalam persaingan memperebutkan hati pemilih dalam Pilkada, termasuk di Kota Balikapapan.
"Demokrasi itu membuka ruang diskusi antar kandidat dengan masyarakat, jadi seharusnya digunakan sebagai momentum untuk menguji kompetensi dan keberpihakan kandidat," imbuhnya.
Sementara itu, Panwascam Balikpapan Barat telah menyarankan kepada tim pemenangan pasangan ini agar segera kasus melaporkan kasus tersebut ke Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu), untuk memproses tindakan pidana ini.