Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong 3 persen dari penghasilan pekerja kembali menuai kontroversi. Kali ini, sebelas serikat buruh yang mewakili ratusan ribu pekerja di seluruh Indonesia menggugat kebijakan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini diajukan karena mereka menilai kebijakan Tapera memberatkan dan bertentangan dengan konstitusi.
Banuaterkini.com, JAKARTA - Gugatan tersebut didampingi oleh Denny Indrayana mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, yang kini menjadi pengacara dari firma hukum INTEGRITY.
Denny menyatakan bahwa kewajiban pemotongan 3 persen gaji pekerja yang diatur oleh UU Tapera bukan hanya melanggar hak asasi buruh, tetapi juga berpotensi membuka ruang terjadinya korupsi dalam pengelolaan dana publik.
"Pengalaman sebelumnya, program-program tabungan atau iuran semacam ini terbukti gagal dan hanya menjadi ladang korupsi bagi elit penguasa. Ini sangat tidak rasional jika pemerintah menambah program serupa lagi. Kewajiban Tapera bukan tabungan, melainkan perampokan terhadap penghasilan pekerja," ujar Jumhur Hidayat, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, dalam keterangannya, Rabu (18/09/2024).
Salah satu alasan utama serikat buruh menolak Tapera adalah karena tambahan potongan ini akan semakin membebani penghasilan para pekerja.
Sebagai gambaran, saat ini para pekerja dengan gaji rendah sudah mendapatkan potongan sebesar 8,7 persen untuk berbagai kewajiban, seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan pajak penghasilan.
Dengan adanya tambahan potongan 3 persen dari Tapera, total potongan gaji pekerja bisa mencapai 11,7 persen.
Bagi buruh, potongan sebesar itu bukanlah angka yang kecil. "Pekerja sudah cukup terbebani dengan berbagai pemotongan yang ada. Jika ditambah dengan Tapera, jelas ini akan sangat mempengaruhi pendapatan bulanan mereka," ujar Jumhur.
Gugatan ini juga didasari oleh kekhawatiran terkait potensi korupsi dalam pengelolaan dana Tapera, terutama setelah beberapa skandal besar terkait pengelolaan dana publik seperti Jiwasraya, Taspen, dan Asabri.